Mohon tunggu...
Enjllina Vitasondang
Enjllina Vitasondang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Perpustakaan dan Informasi Islam Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Selamat datang di profil kami, terimakasih telah berkunjung

Selanjutnya

Tutup

Horor

Cerita Horor di Pesantren: Tangisan di Waktu Maghrib

8 Desember 2023   12:02 Diperbarui: 8 Desember 2023   12:37 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

Cerita ini merupakan pengalaman horor ketika aku menempuh pendidikan di salah satu pondok pesantren di Jawa Timur. Ini merupakan cerita horor nyata yang aku alami bersama teman-teman pesantren ketika kelas 3 SMA.

Singkat cerita, pendemi Covid-19 yang terjadi di akhir tahun 2019 tersebut mengharuskan para pelajar untuk melakukan pembelajaran secara daring/online. Tak hanya sekolah umum, pondok pesantren yang aku tempati juga melakukan hal yang sama, sehingga semua santri dipulangkan karena banyak kemungkinan yang terjadi ketika virus menyebar. Dan ternyata pembelajaran secara daring ini berlangung hampir satu tahun. Dan aku telah meninggalkan pondok pesantren dalam kurun waktu tersebut. Hingga akhirnya pada pertengahan Februari 2021, aku kembali ke pondok pesantren karena kondisi yang sudah membaik. Dan saat itu aku sudah naik menjadi kelas 3 SMA, cerita horor pun berawal dari sini.

Ketika aku dan teman-teman kembali ke pondok pada hari itu, setelah sekian lama meninggalkannya, kami kaget karena yang datang di pondok hanya kami kelas 3 SMA saja. Hal tersebut dilakukan karena mengingat penyebaran virus yang belum sepenuhnya hilang. Pondok kami merupakan pondok kecil yang santrinya masih lumayan sedikit. Kompleksnya hanya terdiri dari masjid, kantor, aula, dan asrama dua lantai dengan jumlah kamar sekitar 15. Dilantai atas 3 kamar dan lantai bawah 12 kamar. Ketika kami kembali ke pondok ada sesuatu berbeda yang kami rasakan. Mungkin karena hampir satu tahun pondok ini tidak berpenghuni.

Setelah semua sampai di pondok, ustadzah memberitahu bahwa semua pindah ke kamar atas. Karena di kamar bawah akan dilakukan renovasi. Sehingga semua santri pada hari itu bergotong royong untuk memindahkan barang dari kamar bawah menuju kamar atas. Kegiatan itupun berlangsung hingga menjelang ashar. Ketika adzan ashar berkumandang, aku dan teman-teman bergegas menuju tempat wudhu dan pergi ke masjid untuk melakukan sholat ashar. Setalah sholat kamipun segera bersih diri dan melakukan kegiatan rutin di sore hari yaitu membaca Al-Ma'tsurat di masjid kemudian dilanjut mengaji (tilawah ataupun muraja'ah mandiri) sembari menunggu adzan maghrib.

Saat itu, ada salah satu teman kami yang sedang haid sehingga saat adzan maghrib berkumandang,  ia memutuskan untuk meninggalkan masjid dan kembali ke asrama. Karena kebetulan ada satu kardus yang berisi buku yang lupa ia bawa naik saat beberes tadi, sehingga ia beniat untuk membawanya saat itu. Ia bernama wati, seorang gadis manis, berkulit putih, dan badannya sedikit berisi. Sesampainya di kamar atas Wati merasakan suasana yang berbeda, ia meletakkan kardusnya di samping lemari biru miliknya. Ia merasakan sore itu terasa sepi dan sunyi, hingga ia dikejutkan dengan suara tangisan seorang wanita yang lirih namun jelas terdengar ditelinganya. Suara tangisan itu seketika membuat ia merinding dan bulu kuduknya berdiri.

Dengan rasa takut ia masih menyimak suara tangisan itu untuk memastikan bahwa suara itu adalah benar suara tangisan seorang perempuan bukan suara kucing atau yang lain. Suara tersebut berasal dari gudang kecil yang berada diujung barat lantai dua. Wati merupakan gadis yang cukup pemberani ketika menghadapi hal-hal mistis seperti itu. Ia terus berjalan pelan untuk menemukan sumber suara tersebut. Sampai akhirnya ia berhenti di depan pintu gudang tersebut dan suara tangisannya masih terus terdengar. Ketika ia sudah memegang gagang pintu dan hendak membuka pintu gudang tersebut, dirinya merasa lebih takut ditambah dengan angin yang bertiup kencang membuat suasana semakin mecekam. Saat ia sudah membulatkan tekadnya untuk membuka pintu, "jeglek" ia lupa bahwa gudang tersebut selalu terkunci. Namun setelah itu suara tangisan yang dari tadi terdengar seketika itu hilang. Akhirnya ia memutuskan untuk turun dan kembali ke masjid bersama teman-temannya.

Sesampainya di masjid ia duduk di bagian belakang, karena aku dan teman-teman yang lain masih sholat sunnah rowatib. Beberapa dari kami sudah ada yang selesai sholat dan ikut duduk di belakang bersama Wati. Kemudian setelah semua selesai sholat Wati pun bilang "Heiii cahhh, tak ceritani...", teman-teman yang lain menjawab "opoo.. hee.. opoo?" (karena kami mondok di daerah jawa timur, jadi mayoritas kami menggunakan bahasa jawa ketika percakapan biasa), kemudian Wati diam sejenak dan menarik napas panjang seakan-akan telah terjadi sesuatu hal padanya. Aku dan salah satu temanku yang biasanya tidak tertarik untuk menyimak cerita orang, dan memilih untuk mengaji kali ini aku dan temanku sepeti merasa ada yang menarik kami untuk ikut nimbrung di cerita tersebut.

Ketika kami sudah bergerombol mengelilingi Wati yang sedang duduk bersandar di tembok masjid, Wati pun mulai mengawali ceritanya. Dia menceritakan dari awal hingga ia mendengar suara tangisan yang bersumber dari dalam gudang. Teman-temanya terdiam dan sangat antusias menyimak cerita Wati tersebut, sehingga hanya terdengar suara Wati bercerita. Kemudian di sela-sela ceritanya Wati bertanya kepada temen-temannya "pengin ngerti gak suara tangisane?" teman-teman yang lain menjawab "piye-piye suarane?" temen-temen sangat semangat untuk mendengarkan suara tangisan yang ingin ditirukan oleh Wati. Namun ada beberapa teman yang takut dan tidak ingin mendengarkan suara tangisan tersebut, sembari berkata "Hehh! Wes-wes gak usah diterusne...". Namun Wati tetap melanjutkan ceritanya dan berkata "Ngene lo suarane.." belum sampai Wati menirukan suara tangisan tersebut tiba-tiba seluruh lampu di area masjid mati total, sehingga seluruhnya gelap gulita. Semua berteriak "Aaaaaaaa... aaaaaaa....". Akupun merasakan suasana malam itu begitu mencekam, semua berteriak dan aku berpikir apakah kejadian mati lampu ini ada hubungannya dengan suara tangisan yang diceritakan Wati tadi, seakan pemilik suara tangisan tadi tidak rela jika Wati menirukannya.

Gemuruh suara terikan memenuhi ruangan masjid tersebut. Ada yang bereriak "Tulunggg", ada yang berteriak memanggil ustadzah "Ustadzahhh tolonggg usss", teriakan tersebut terus kami ulang. Hingga akhirnya kami memutuskan untuk keluar dari masjid dan mencari penerangan. Kami bergandeng tangan satu sama lain, dengan jalan pelan-pelan menuju luar masjid dan terus berteriak meminta bantuan. Setelah sesampainya di teras masjid ada sorot senter dari arah asrama, kamipun merasa lega. Datanglah ustadzah bersama dengan bapak keamanan asrama.

Tak lama dari itu seluruh lampu di area masjid menyala. Namun, kami masih merasa kaget dengan kejadian tersebut yang tidak biasa kami alami, sehingga kami masih duduk terdiam di teras masjid dan saling pandang. Kemudian salah satu dari kami menceritakan kejadian yang diamlami oleh Wati serta kejadian mati lampu tersebut kepada ustadzah, dan ustadzah hanya menanggapi bahwa mati lampu tersebut adalah hal biasa tidak ada kaitannya dengan hal-hal mistis. Ustadzah juga mengelak tidak percaya kalau ada suara tangisan wanita dari arah gudang kamar atas, ustadzah meyakinkan kami, bahwa itu mungkin suara tangisan dari tetangga sebelah.

Malam setelah kejadian itu, sebelum tidur kami mengaji bersama surat Al-Mulk di salah satu kamar atas. Mungkin peristiwa itu terjadi karena ruangan atas yang lama tidak berpenghuni. Malam itu semua tidur dengan keadaan was-was, takut suara tangisan yang didengar Wati, didengar oleh yang lain. Namun hal itu hanya ketakutan kami belaka, dan tangisan tersebut tidak terdengar lagi. Setelah peristiwa itu, untuk menghindari kejadian aneh seperti yang dialami Wati mereka sering mengaji bersama di kamar atas dan sering membaca Al-Ma'tsurat untuk melindungi diri dari hal-hal negatif. Waktu pun berlalu, semua berjalan dengan baik dan tidak ada lagi peristiwa aneh yang aku dan teman-teman alami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun