Mohon tunggu...
Nurul Jannah
Nurul Jannah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

perempuan biasa yang ingin menjadi sosok luar biasa di mata seseorang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tulisanku Suaraku

12 September 2013   11:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:00 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Purwodadi, 12 September 2013

Aku semakin memikirkan kata-kata mu semalam. Yang sedikit tapi sangat terasa seperti memukul seluruh tubuhku. Aku tidak pingsan ataupun jatuh. Hanya saja sudah dan masih sedang memikirkannya. Ya, semua yang kau katakan.

Bagi ku, masih sulit mencari seorang yang bisa diajak untuk hanya mendengarkan cerita ku. Termasuk semua keluh kesah ku. Tapi sebelum aku bercerita saja kau sudah mengancam dan bilang kalau aku tidak menganggapmu ada. Lalu bagaimana aku bisa percaya untuk berbagi semuanya dengan mu?

Ketika aku katakan padamu kalau aku nyaman dengan tulisan, kau justru bilang tidak suka. Kau lebih suka jika aku langsung bersuara, meskipun tidak sedang berada di hadapan mu. Tapi kau belum menyadari seberapa berat suara ku untuk bisa berkata. Kau hanya malas membaca tulisan ku.

Dan kemudian aku memaksa suara ku berkata untuk tidak membuat mu marah dan menahan ancaman mu yang akan menjauhi ku. Entah karena terlalu cinta nya aku atau takut pada ancaman mu. Aku mulai menata cerita mana yang harus aku suara kan pada mu. Satu per satu. Sampai kau pun ikut bersuara. Dan aku menganggap jawaban mu seolah kau juga ikut menyalahkan aku. Kau juga sama seperti mereka, terkesan tidak mau memberiku kesempatan. Kesempatan untuk membuat semua hidup ku jadi lebih baik. Aku tidak menyalah kan mu. Aku hanya masih dan semakin membenci diri ku dan kehidupan ku sendiri. Kau tahu, aku sendiri tidak ingin memiliki kisah busuk seperti ini.

Aku sudah katakan pada mu kalau aku masih sulit mencari seorang yang mau dengan sabar mendengar semua cerita ku, apapun itu. Ketika aku selesai bercerita, dia hanya akan memeluk ku dan tersenyum sambil berkata, “aku akan selalu ada untuk cerita mu”.

Dan apa yang kau katakan semalam, membuat ku berpikir keras. Aku memang salah. Ya, salah karena sudah bersuara pada mu. Aku sudah terbiasa tidak bersuara untuk kesedihan ku pada siapapun. Suaraku hanya berkata pada tulisan. Aku lebih nyaman dengan itu.

Tapi aku selalu mengalahkan segala ego ku karena rasa takut yang berlebihan pada sesuatu yang sudah terlanjur aku beri porsi lebih. Dan sekarang terulang lagi.

Iya, aku bukan orang yang dengan mudah menyuarakan semua cerita. Aku bukan orang yang kau suka pribadinya. Karena aku lebih suka diam dan menulis. Jika kau tidak suka membaca, itu hak mu. Jika kau tidak suka dengan diam ku, itu juga hak mu. Dan jika kau ingin pergi karena aku yang sangat susah bersuara itu juga hak mu. Aku sudah terlalu terbiasa ikhlas untuk melepas sesuatu yang sudah sangat aku harapkan untuk bisa bertahan. Aku hanya sudah terbiasa.

Dan kau pasti berfikir kalau aku memperumit masalah dan hidup ku sendiri. Sebenarnya tidak begitu. Aku hanya tidak ingin dan tidak mau bersuara pada sembarang orang, termasuk diri mu. Masih ada begitu banyak hal yang aku simpan, tapi kau memberi istilah lain pada itu. Dan aku tidak sependapat. Tapi itu hak mu. Aku tidak mau menyalahkan mu.

Dan aku .. tidak akan mengungkit perihal rencana itu lagi. Karena sekali lagi, itu hak mu. Bukan hak ku. Terima kasih sudah mendengar sedikit suara ku. Terima kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun