Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sudah memutuskan untuk menerapkan Kurikulum Merdeka (Kurmer) bagi semua jenjang pendidikan di Indonesia. Penerapan kurikulum ini mulai efektif pada tahun akademik 2022/2023.
Ada satu hal menarik mengenai capaian pembelajaran yang dituangkan dalam Surat Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan  Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 008/H/Kr/2022 tentang  Capaian Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Usia Dini,  Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah Pada Kurikulum Merdeka. Salah satu lingkup capaian pembelajaran dalam pendidikan dasar adalah menguasai "Dasar-dasar Literasi, Matematika, Sains, Teknologi, Rekayasa,dan Seni yang mencakup kemampuan memahami berbagai informasi dan berkomunikasi serta berpartisipasi dalam kegiatan pramembaca. Setiap elemen stimulasi harus digunakan sebagai dasar untuk mengeksplorasi aspek perkembangan anak secara keseluruhan, bukan secara terpisah."
Memanusiakan Manusia
Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara, mengungkapkan bahwa tujuan utama pendidikan adalah "memanusiakan manusia." Pendidikan sangat penting karena merupakan bentuk nyata upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, dan juga fisik anak sesuai dengan kodratnya. Ia berharap pendidikan dapat membentuk peserta didik memiliki budi pekerti halus, kecerdasan otak, dan juga kesehatan badan yang baik.
Dalam ungkapan Ki Hajar Dewantara, tujuan pendidikan adalah untuk "menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya" (Dewantara, 1961: 20). Tujuan ini bisa dicapai dengan menerapkan konsep pendidikan yang disebutnya sebagai Panca Dharma, yang terdiri dari (a) Asas kodrat alam; (b) asas kemerdekaan; (c) asas kebudayaan; (d) asas kebangsaan, dan; (e) asas kemanusiaan. Dalam kelima asas tersebut, "kemerdekaan" sudah disebutkan sebagai salah satu dasar bagi konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara.
Kemerdekaan adalah fondasi penting untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab, menghargai perbedaan, dan pemahaman akan pentingnya komunikasi dan dialog dalam proses pendidikan. Salah seorang pemikir bidang pendidikan yang masyhur, Paulo Freire merupakan contoh yang tepat untuk menggenapi upaya penerapan Kurmer yang sejalan dengan cita-cita pendidikan Ki Hajar Dewantara, di atas.
Pendidikan harus dibebaskan dari kendali politik dan kepentingan ekonomi yang menganggap pendidikan sekadar sebagai "transfer informasi" dari mereka yang tahu lebih dulu (guru) kepada mereka yang belum tahu (siswa, peserta didik). Pada semua tingkatan, pendidikan harus dibebaskan dari kepentingan kelas politik yang membangun dan memaksakan kurikulum yang homogen dan monolitik yang selama ini lebih banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kepentingan para pemilik modal tanpa peduli dengan aspirasi dan kebutuhan siswa serta guru.
Sapere Aude!, Menghidupkan Akal Sehat
Pendidikan harus melahirkan manusia yang mampu berpikir secara independen, merdeka, mandiri dan bertanggung jawab. Penyair Romawi kuno Horace melahirkan frasa Sapere Aude! Yang berarti "berani berpikir, mengetahui, dan berani bersikap bijak." Selanjutnya, frasa ini dipopulerkan oleh Immanuel Kant dalam What is Enlightenment? (1784). Frasa ini akhirnya menjadi motto bagi Abad Pencerahan di Eropa yang melahirkan revolusi intelektual, yang menempatkan nalar dan akal sehat di atas mitos dan keyakinan tanpa landasan fakta dan penalaran.
Sapere Aude! mengajar masyarakat agar tidak menerima menerima begitu saja informasi tanpa keberanian untuk memikirkan ulang dan bersikap bijak dengan mengambil jarak dari kepentingan tertentu. Sejalan dengan tujuan pendidikan dalam Kurmer untuk melahirkan manusia-manusia merdeka yang bebas dari ketergantungan pemikiran dan belenggu politik yang selama ini mengimpit sistem pendidikan kita.
Dengan motto Sapere Aude! kita berharap pendidikan dapat melahirkan pemikiran kritis dan inovatif yang mampu menjawab beragam persoalan di dunia kontemporer saat ini. Sikap kritis dibutuhkan agar sebuah pandangan mampu mengambil jarak dengan beragam kepentingan dan otoritas yang diterima mentah-mentah oleh masyarakat. Ketiadaan sikap kritis akan makin membelenggu masyarakat dengan hoaks, provokasi dan berita-berita bohong yang disebarkan oleh pihak yang diyakini sebagai otoritas oleh kelompok tertentu.