"Ada beberapa kebaikan yang mungkin bisa saya terima dari hidup serba kekurangan, tidak silau makanan enak, jauh dari keingingan berkumpul dengan sosialita harum, terlatih untuk merasa tak perlu memiliki barang-barang mewah."
Kalimat ini sungguh berkesan dan bermakna mendalam, dari sosok wanita luar biasa, Anis Hidayatie. Ya, hidup sebagai sebagai single parent dengan amanah dua lelaki buah hatinya serta ibu mertua, jelas bukanlah keinginannya.
Wanita manapun pasti menginginkan hidup bahagia serba kecukupan dengan keluarga yang lengkap dan sehat. Namun, manusia tidak bisa menolak takdir Allah, siap tidak siap harus bisa menerima apapun tulisan sang penguasa alam dengan ihlas. Tanpa membantah atau unjuk rasa.
Sejak suaminya dipanggil Allah SWT pada tahun 2018, perempuan 49 tahun  yang juga menjadi guru tetap yayasan  di SMP Islam Pujon ini otomatis harus bekerja keras.Â
Demi amanah dari suami tercintanya agar buah cinta bisa tetap mengenyam pendidikan layak serta berbakti kepada orangtua. Berlangsung tak putus walau tak ada lagi penopang utama keluarga.
Menyadari sepenuhnya bahwa dengan mengandalkan gaji dari guru swasta tentu belum cukup untuk biaya pendidikan dan kehidupan sehari-hari, maka ibu dua lelaki remaja ini harus berputar otak untuk bisa survive menghidupi kebutuhan keluarga yang semakin melonjak.
Berjualan kue basah, susu kedelai, dan lauk pauk keliling kampung, inilah pilihan pekerjaan untuk menambah biaya hidup keluarganya. Kegiatan rutin ini yang dia kerjakan sebelum berangkat dan setelah pulang sekolah.
Tentu sebelum berangkat keliling kampung, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga harus diselesaikan. Ketika yang lain masih berselimut, di sepertiga malam dia harus segera bangun untuk memulai hari-harinya dengan bersujud pada Rabbnya, dilanjutkan dengan menuangkan ide-idenya dalam karya tulisan, menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, setelah itu berjualan, keringat belum juga kering bu guru ini harus menunaikan tugas mulia mengajar di SMP, setelah sampai rumah harus berjualan lagi, selanjutnya mengajar diniyah hingga mentari tenggelam. Itulah kegiatan rutin yang harus ia jalani dengan sepenuh hati.
Semua itu dilakukan  agar kedua putranya yang saat ini masih kuliah semester akhir di UIN Maliki Malang dan SMP kelas IX di pesantren tahfidz Bangil, bisa belajar sampai  lulus untuk menjadi manusia berguna baik bagi dirinya sendiri maupun keluarga, juga orang lain sebagaimana pesan mendiang suami sebelum dia meninggal.
Wanita berkaca mata ini tidak ingin karena faktor ekonomi, kedua buah hatinya harus putus sekolah, baginya pendidikan tetap nomor satu. Untuk bekal hidupnya nanti, ketika kelak sudah waktunya mandiri, menikah, berumah tangga.
Tujuan hidupnya tak hanya kebahagiaan dunia. Selain mengajar di sekolah yang ada gajinya, perempuan yang juga pegiat literasi ini juga berprofesi nir uang dengan menjadi guru diniyah di TPQ peninggalan suami.Â