Menjadi ketua OSIS tidak seperti yang pernah dibayangkan oleh seorang M. Fikal Pratama. Dulu, sebelum pemilihan, ia sangat berambisi menjadi tokoh nomor satu di kalangan siswa di sebuah sekolah menengah pertama yang cukup terkenal. Baginya, menjadi publik figur pasti seperti selebriti yang selalu menjadi pusat perhatian semua siswa. Senantiasa dipuja dan dan dibicarakan oleh sekumpulan cewek-cewek.
Namun  kenyataannya, semua itu hanyalah sebagian kecil saja. Diperhatikan para gadis memang iya, dibicarakan banyak siswa memang betul. Tapi yang diperhatikan oleh siswa bukan hanya penampilan saja, justru lebih banyak cara kerja Fikal sebagai ketua OSIS. Kalau siswa cewek lebih banyak gosipnya daripada nyoroti kinerja para pengurus OSIS.
Ya, gosip tentang perjodohan Fikal dan Firda rupanya sudah menempati seluruh ruang-ruang yang ada di sekolah itu. Bahkan muncul julukan 'duo F'. Gosip ini setiap hari menjadi bahan pembicaraan siswa, mulai dari kantin, koperasi, pramuka, ekstra kurikuler, bahkan sudah menyebar dikalangan guru dan karyawan.
Maklumlah, Fikal dan Firda ini memang siswa yang sering menorehkan prestasi di sekolah. Fikal yang jago dalam berpidato, sering menjuarai lomba pidato dan dai. Sedangkan Firda yang kutu buku sudah membawa nama baik sekolah di tingkat provinsi dalam kompetisi sains.
Apalagi paras mereka memang sangat pantas untuk disandingkan. Fikal, seorang cowok kuning langsat, tinggi, berhidung mancung, rambut lurus dan selalu rapi, cool, tegas, namun sayang, kata siswa cewek mahal senyum. Sementara Firda, gadis pendiam berkacamata, bergigi gingsul, berjilbab, jarang bicara bila tidak terlalu penting, serta ada tahi lalat dibawah kelopak matanya menambah manis meski kulitnya sedikit gelap.
Dari awal pemilihan OSIS, mereka berdua sengaja di pilih karena untuk dijodohkan. Menurut para siswa, sekolah akan lebih maju bila dua genius itu ada di pengurusan OSIS. Fikal dan Firda juga mengetahui itu, tapi mereka tidak terlalu menghiraukan semua gossip tentang dirinya. Prinsipnya, bagaimana mereka bisa memajukan sekolah tercintanya.
Salah satu upaya inovasi keberhasilan OSIS ini karena program Fikal yang konsisten, yaitu setiap Sabtu, setelah pulang sekolah semua pengurus inti berkumpul untuk mengadakan evaluasi program dan persiapan kegiatan satu minggu kedepannya. Agar setiap ada persoalan atau kendala bisa segera diatasi.
Seperti biasanya, Fikal dan Firda selalu datang lebih awal dalam rapat mingguan ini. Karena Fikal selalu ingin mengajak kebaikan dengan tindakan, bukan dengan kata-kata. Ada lima pengurus inti yang harus mengikuti rapat setiap minggunya, yaitu Fikal (ketua), Bagas (wakil), Firda (sekretaris 1), Lugyan (sekretaris 2) dan Danisa (bendahara).
"Ehem, dua sejoli ini memang selalu tepat waktu ya, atau lagi berkomitmen buat masa depan nih," tiba-tiba Danisa masuk ruang OSIS bersama Lugyan dan Bagas.
Firda menanggapi perkataan Danisa dengan diam, tetap fokus pada mempersipakan buku notula rapat. Dalam hatinya ada bunga-bunga yang tumbuh subur, mungkinkah kata-kata Danisa ini akan menjadi kenyataan. Ah, Firda tidak berani mengharap.
"Lha, ini lagi nunggu kamu kan Nis, nggak terasa to kalau ini kita lagi nunggu kedatangan ibu rumah tangga OSIS yang cantik jelita," jawab Fikal asal bunyi saja.
Mendengar jawaban Fikal, Firda kaget. Hatinya berdesir perih, apakah yang diucapkan Fikal ini sebuah kejujuran?
"Yuhuu, mas ketua ku tersayang, betulkah? Semoga ini serius ya, bukan candaan," Danisa kegirangan dapat pujian dari Fikal
Firda kaget dengan respon Fikal. Tiba-tiba ada rasa minder menguasai batinnya, "Memang benar, Danisa ini sangat cantik, lincah, supel dan luwes. Beda jauh dengan saya, yang hanya gadis kampung dari keluarga sederhana."
"Ayolah teman-teman kita mulai saja diskusi kita," pinta Luqyan yang sudah tidak sabar ingin segera pulang.
"Oke, teman-teman mari kita mulai diskusi kita hari, silakan bila ada penemuan tentang permasalahan atau hal-hal lain yang kita dengar dari siswa atau guru tentang kinerja OSIS," Firda membuka diskusi ini dengan hati yang berkecamuk cemburu. Namun ia berusaha untuk tetap profesional, bahwa tidak baik mencampuradukkan perasaan dengan pekerjaan.
"Saya dulu ya Fir," Bagas angkat tangan, disambut dengan anggukan kepala oleh Firda. "Komentar teman-teman tentang seminar tentang Kesadaran Membayar Pajak minggu lalu, narasumber dalam menyampaikan gagasannya terlalu kaku dan bertele-tele, tidak disesuaikan dengan usia anak sekolah menengah. Seharusnya beliau harus bisa menggunakan bahasa persuasif atau bersifat membujuk secara halus."
"Betul sekali, sebenarnya struktur teks diskusinya sudah betul, sudah sistematis, yaitu pendahuluan, selanjutnya isi yang meliputi gagasan pro dan gagasan kontra dan diakhiri dengan kesimpulan" Luqyan menimpali.
"Seperti yang disampaikan Bu Ani, guru bahasa Indonesia kita, bahwa dalam menyampaikan gagasan diskusi dengan tujuan persuasif kita harus memperhatikan hal-hal berikut. Pertama, Audiensi. Apakah bahasa yang kita gunakan dapat meyakinkan audiensi (pendengar atau pembaca)? Kedua, gagasan. Apakah gagasan yang kita gunakan mampu menjelaskan dan menghubungkan argumen serta alasan? Ketiga, sarana persuasi. Apakah sarana persuasif atau gambaran pendapat sudah jelas dalam meyakinkan audiensi? Keempat, kosakata. Apakah kosakata yang kita gunakan sudah sesuai dengan topik dan konteks tugas? Kelima, kohesi. Apakah penggunaan kohesi atau kata penghubung sudah tepat?" jelas sekretaris dua ini bersemangat.
"Tepat sekali Luqyan, saya juga mendapat mendapat penjelasan dari bu Ani," Fikal menambahkan. "Bahwa unsur kebahasaan lain yang harus diperhatikan dalam diskusi, selain yang disampaikan Luqyan adalah kalimat yang menunjukkan waktu sekarang atau kejadian aktual, misalnya adalah, merupakan, sedang, artinya, perlu, bertindak, hentikan, selamatkan. Sedangkan kata yang mewakili pikiran dan perasaan membawa emosi dari pandangan penulis. Misalnya, percaya, yakin, pikir, rasa, suka, kagum, senang, terkejut, ragu harap. Sementara itu kata emotif yang melibatkan  pikiran pembaca, seakan  pembaca melihat persoalan yang kita pikirkan. Misalnya, ganas, unik, liar, buas, berharga, istimewa, kumal, menakjubkan, berbahaya, brutal, sejuk, lembut" jelas Fikal.
"Masih ada lagi unsur kebahasaan yang harus diperhatikan oleh orang yang menyampaikan gagasan dalam diskusi," Danisa juga tidak mau ketinggal untuk menyampaikan ilmunya tentang teks diskusi. "Yaitu bahasa evaluatif. Misalnya, penting, sederhana, berpikiran sempit, mengancam, sangat jelas, menguntungkan bagi masa depan, lebih mudah, diharapkan, terlalu rapuh, penilaian buruk, tidak dapat diakui, hanya pilihan. Ada lagi yaitu derajat kepastian (juga dikenal sebagai modalitas), yaitu seberapa pasti kita dengan pernyataan kita sendiri, agar orang lain bisa setuju dengan gagasan kita. Misalnya, dapat, mesti, seharusnya, selalu, biasanya, hampir, nyaris, tidak pernah, kadang-kadang, umumnya, tentu, tak perlu dipersoalkan, hampir tak pernah ada."
"Oh iya, teman-teman terkadang dalam berdiskusi kita sering kesulitan menggunakan konjungsi dan konektif," Bagas yang dari tadi menyimak ikut berpendapat.
"Apa itu konjungsi dan konektif Gas, waduh lupa aku," tanya Danisa.
"Konjungsi itu kata hubung yang digunakan untuk menggabungkan dua gagasan dalam satu kalimat, sementara konektif digunakan untuk mengaitkan gagasan di antara kalimat dengan paragraf yang berbeda. Misalnya, dan, tetapi, bagaimanapun, alasan lain, mengapa, dalam hal lain, atau, pertama, kedua, akhirnya, tanpa memperhatikan, tidak semua orang setuju, sementara, meskipun, yang utama, pada akhirnya, sebab, oleh karena itu," jawab Bagas.
"Nah, dalam penggunaan konjungsi pada teks diskusi, jangan sampai salah tempat lo," Firda ikut ambil bagian.
"Maksut mu apa Fir?" tanya Bagas.
"Begini, ada pembagian konjungsi sebagai penanda waktu. Misalnya, syarat, maka gunakan jika, kalau, asal(kan), bila, manakala. Pengandaian, gunakan andaikan, seandainya, umpamanya dan sekiranya. Tujuan, gunakan agar, supaya dan biar. Kosesif, gunakan biarpun, meski(pun), sekalipun, walau(pun), sungguhpun dan kendatipun. Pemiripan, gunakan seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, laksana dan bak. Penyebaban, gunakan sebab, karena, karenanya, karena itu, oleh sebab itu. Pengakibatan, gunakan sehingga, sampai dan maka. Penjelasan gunkan bahwa. Cara, gunakan dengan. Harapan, gunakan moga-moga, semoga, mudah-mudahan. Pengecualian, gunakan kecuali. Sedangkan urutan, pakailah lalu, terus, kemudian."
"Jangan sampai keliru, kohesi dengan koherensi itu berbeda lo," Fikal berusahan mengingatkan. "Kohesi itu keterikatan antar kata, frase, klausa, kalimat atau paragraf yang ditandai dengan kata penghubung. Sedangkan koherensi itu keterikatan kalimat karena makna yang terpaut atau mempunyai kesambungan makna antara kalimat sebelum atau sesudahnya."
"Baiklah teman-teman, sebagai bahan evaluasi, jadi apabila akan mengadakan kegiatan berarti kita harus menyiapkan segala sesuatunya secara matang ya. Selanjutnya  bagaimana rencana program kita untuk minggu depan?" Firda memandu acara diskusi ini.
"Di dalam daftar program kerja di bulan Februari tertulis, kegiatan sosial remaja yang positif mengantisipasi 'valentine's  day'," jelas Fikal.
"Ahaaa, hari kasih sayang nih ya. Aduhai, semoga ada pangeran tampan nembak aku ya, sambil menggoda Fikal," khayal  Danisa, yang sok kemayu.
Tiba-tiba, secara refleks Fikal melihat ke arah Firda. Tanpa sengaja pula Firda juga menatap mata Fikal. Keduanya beradu tatapan. Tidak ada kata-kata, tidak ada pesan yang tersurat. Namun ada aliran lembut yang tersirat memaknai sorot mata mereka.
Segera keduanya, mengalihkan pandanganya. Seperti biasa, Firda berpura-pura membenahi letak kacamata yang sudah tepat. "Tuhan rasa apa ini yang menjalari tubuhku. Kenapa tatapan Fikal membuat aliran darahku memanas. Aku tidak ingin gosip teman-teman itu akan menjadi kenyataan. Aku tidak mau mengenal cinta sebelum apa yang aku inginkan ini tercapai. Aku tidak ingin mengecewakan ibuku, yang telah membantu memperjuangkan cita-citaku sendirian. Namun seberapa kuat diri ini bertahan bila setiap hari aku bertemu dengan lelaki ini," batin Firda pedih.
Blitar, 23 Januari 2021
Enik Rusmiati.
Sumber: Trianto, Agus dan Titik Harsiati, 2018. Bahasa Indonesia SMP/MTs IX. Jakarta: Kemendikabud
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H