Hujan di bulan Desember membuka ingatan akan kalimat pujimu saat itu, di halte tempat kita memungut rindu setelah sehari tiada bersua kata dan suara.
Katamu, "Dik, biarkan rinai ini sebagai saksi bahwa aku akan seperti hujan yang mampu menyuburkan renjana dalam bidukmu."
Tentu aku tak ada keberanian menjawabnya, karena aku tidak punya hak atas jiwa dan tubuh ini.
Ku katakan padamu, "Munajatkan pintamu kepada Sang Pemilik Hati ini, karena kepada-Nya lah segala laku hidup ini disandarkan."
Kau hanya memberi jawaban dengan senyum dan tatap mata keyakinan akan sebuah kepastian bahwa hujan ini akan benar-benar menjadi saksi takdirmu hari ini beserta harapanmu.
Hujan di bulan Desember ada kenang yang menggenang pada setiap derasnya, tentang sebuah ragu, haru, dan rindu, kadang tentang asa, rasa dan pinta.
Dan tanpa kau tahu aku pun menunggu hujan itu membasuh biduk renjanaku hingga bersemi anak-anak manis yang akan memintamu mengeja huruf-huruf kehidupan.
Hari ini, hujan di bulan Desember telah memberi saksi bahwa kaulah pilihan Tuhan yang akan menakhodai perahuku berlayar menuju baiti jannati.
Blitar, 9 Desember 2020
Enik Rusmiati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H