Gejolak kecewa memenuhi ruang-ruang kalbu
Ratap tangis mengaliri hati dan pikiran
Amarah merajalela menyembur dari ubun-ubun
Setelah beberapa tarian adegan pengkhianatan kau pamerkan di pusat-pusat kota
Memporak porandakan tatanan kehidupan
Seolah peraturan tergelatak di pinggir-pinggir trotoar
Berterbangan dan jatuh di got bersama sampah
Sungguh, apa sebenarnya yang terbaca oleh hatimu
Bagaimana seakan kau tak mampu membacanya?
Pamflet dan ragam media terpampang dari hilir hingga hulu
Bahkan pengalaman kepahitan dan kepedihan telah kau genggam
Namun kau sengaja benarkan tindakanmu atas penalaran yang salah
Hari ini, aku dengar dan melihat
Bahwa bangsaku telah kehilangan makna nilai peduli
Bahwa pertiwiku telah menghapus jejak para penjuang garda depan
Bahwa negeriku mulai kehilangan hati nurani
Hingga meremehkan menjadi hal yang biasa
Kawan, negeri ini masih sakit, meradang karena beban tak berkesudahan
Tahan sejenak nafsu keinginan duniawimu
Ayo, kita rawat dan sirami bunga-bunga bangsa masa depan
Agar lebah dan kunang-kunang bisa terbang dengan riang
Blitar, 21 Mei 2020
Enik Rusmiati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H