Mohon tunggu...
Enik Rusmiati
Enik Rusmiati Mohon Tunggu... Guru - Guru

Yang membedakan kita hari ini dengan satu tahun yang akan datang adalah buku-buku yang kita baca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mendongkrak Kekayaan Budaya Lokal Melalui Event Bersih Desa

11 September 2019   05:15 Diperbarui: 11 September 2019   05:57 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tarian Dewi Sri. Dokumen pribadi

Beragam cara yang dilakukan masyarakat Jawa khususnya, dalam memperingari Tahun baru Islam 1441 H. Selama 20 tahun saya tinggal di Blitar, sering menyaksikan dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang di sebut "Syuroan" atau acara di bulan Syuro/Muharam. 

Rangkaian kegiatan bulan Syuro ini di namakan "Bersih Deso". Bersih Desa dimaksud agar warga masyarakat Desa Tlogo Kanigoro Blitar ini di tahun kedepan, selamat, sehat dan hidup rukun dan makmur.

Kegiatan tersebut dimulai pada malam satu Muharam diadakan Baritan, yaitu selamatan di jalan-jalan perempatan dengan membawa "takir" dari daun pisang yang berisi nasi beserta lakunya. 

Beberapa hari berikutnya diadakan Kirab Budaya (8/9/2019), dan selanjutnya digelar wayang kulit. Karena sudah tertanam mitos bahwa bila kegiatan ini tidak dilaksanakan akan banyak musibah. Terlepas dari benar atau tidaknya mitos tersebut, saya melihatnya dari sisi lain kemanfaatanya.

Dalam tulisan ini, saya hanya akan menulis tentang kirab budayanya. Pada kegiatan ini, semua warga RT diharapkan menampilkan kreativitasnya secara bebas. 

Namun tema di tentukan oleh panitia. Tema kirab budaya tahun ini adalah "Nyawiji Hambangun Praja" artinya bersama membangun desa.

Kirab budaya ini di mulai dari makam Desa Tlogo, yang dinamakan Kuburan Dowo. Karena di tempat inilah dimakamkan  pendiri Desa Tlogo yaitu Raden Rekso Wijaya. Juga beberapa pusaka para pejuang di pendam di pemakaman ini. Dengan mengetahui sejarah desa, diharapkan warga bisa mengambil hikmah perjuangan para leluhur dan mempertahankan warisan budayanya.

Usaha untuk "Nguri-uri budaya leluhur" atau melestarikan budaya leluhur lewat kirab budaya, karnifal, memang sudah menjadi tren masa kini. 

Sekilas dipandang memang sebagai fenomenal biasa, namun bila disimak sebenarnya kegiatan ini mempunyai makna yang sangat bermanfaat akan sebuah peristiwa besar dan mengetahui cikal bakal budaya suatu daerah tertentu. Ada pesan moral yang bisa di petik dari kegiatan ini, antara lain.

Tarian Dewi Sri. Dokumen pribadi
Tarian Dewi Sri. Dokumen pribadi
Menumbuhkan Kreativitas Warga Dalam Melestarikan Budaya Lokal

Barisan terdepan setelah pasukan bendera merah putih ini,  dikirab pusaka-pusaka secara simbolis seperti tombak, keris, bende dan panah. Sembari di kisahkan melalui publikasi tentang sejarah Desa Tlogo. Hal ini bisa menambahkan wawasan bagi warga yang belum mengetahui tentang informasi masa lalu desanya.

Kirab  budaya ini di ikuti oleh kelompok masing-masing RT, tiap-tiap RT menampilkan kreasinya masing-masing. Ada yang menampilkan kesenian Jaranan, tari-tarian tradisional, pakaian adat, profesi pekerjaan yang di sertai dengan berbagai atraksi.

Bahkan tidak hanya para remaja, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa bebas berekspresi. Rata-rata warga menampilkan budaya dan kesenian tradisional, meski tidak sedikit yang menyuguhkan sajian kesenian modern. Seperti dance, koreo yang di ambil dari lagu-lagu Korea, lagu dangdut juga lagu dan joged India.

Menumbuhkan Kebersamaan Antar Warga

Untuk mewujudkan sebuah penampilan yang spektakuler, tentu tidak bisa instan. Perlu proses latihan bersama. Warga tidak keberatan memberikan iuran untuk kostum dan atribut. Warga rela mengeluarkan uang untuk pinjam atau beli  kostum. Warga juga rela mengorbankan waktu untuk istirahat disela-sela bekerja untuk berkumpul dan latihan bersama. Bahkan ada yang latihan menari "Dewi Sri" sampai pukul 11 malam.

Atraksi-atraksi yang ditampilkan oleh warga, tidak akan berhasil tanpa kekompakan dan kebersamaan. Sebuah kebersamaan tidak akan terwujud tanpa ada kerelaan terhadap desanya. Rasa cinta terhadap kebudayaan inilah yang menjadi kekuatan terwujudnya kirab budaya ini.

Menumbuhkan Perekonomian Lokal

Kirab ini dilakukan dengan berjalan sepanjang kurang lebih lima kilo meter mengitari desa. Sebagian besar penduduk "tumplek", berduyun-duyun menuju jalan yang menjadi rute dilewatinya kirab ini.

Seperti biasa, bila ada tontonan pasti banyak pedagang makanan maupun mainan. Sepanjang jalan dilaluinya kirab ini memang banyak penjual makanan, seperti cilok, es dawet, kacang rebus, aneka gorengan, dan snack ringan. Otomatis dengan adanya kirab budaya ini juga bisa mendongkrak perekonomian masyarakat kelas bawah.

Melalui kegiatan-kegiatan seperti ini, diharapkan akan bisa ikut andil mempertahankan budaya nasional dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa.

Blitar, 11 September 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun