Kala malam masih  berselimut kabut utuh, kau jerang air dalam tungku berjelaga asa dan beruap peluh, sekadar membasuh kaki-kaki baiti jannati dengan nafas yang tak pernah terjerat dosa.
Meski lelah bergelayut di pundak tuamu, namun senyum tulus tetap bertengger indah di sungging bibir pucat itu, membuyarkan harap yang belum bisa terlunasi hari ini.
Bila hasrat duniaku meluap, dengan sigap kau rengkuh, hingga aku tak lagi telanjang, karena baju tebal kesombongan dan keangkuhanku  segera kau tanggalkan.
Layaknya purnama, kau sinari setiap keluh curhatan masa  dengan petuah bijakmu. Kau sejukkan hati ini dengan redupmu. Karena kaulah perempuan terbaik di kerajaanku. Kaulah rembulan berselendang ungu itu, ibu.
Doamu selalu tak pernah  berjeda. Mengalir seperti nafasku.
Blitar, 16 Mei 2019
Sekeping doa untuk bunda tercinta, semoga senantiasa berada di sisi-Nya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H