“Pasangan hidup adalah anugerah dari Sang Pencipta, namun seorang pria harus rela kehilangan satu tulang rusuknya agar mendapatkan wanita yang setia sampai akhir hayat… Nak, cinta itu pengorbanan. :p” -My Mom-
—
Sejak masih di taman kanak-kanak, orang tua saya tidak pernah melarang soal cinta-cintaan, di saat semua anak TK menangis karena harus masuk kelas, saya malah tersenyum bahagia melihat seorang anak perempuan dengan rambut poni seperti Dora The Explorer dan memakai jepit bunga-bunga, yang membuat hati berbunga-bunga juga.
Dari situ kami sering pergi ke kantin bareng dengan uang jajan yang cuma lima ribu perak. Tempat favorit kami adalah taman di belakang sekolah, karena di sana ada papan jungkat-jungkit. Jam istirahat yang hanya 30 menit jadi sangat berarti, setiap kali kami berdua bermain sambil memakan cakwe yang dibeli dari mang-mang di kantin. Sangat indah bukan?
Tetapi keindahan itu harus berlalu, karena di tahun kedua kami harus berpisah, si Dia melanjutkan sekolah ke SD Negeri dan saya harus ke SD Swasta. Sebelum berpisah kami sempat bertukar Buku Kenang-kenangan, saya memberikan halaman depan buku kenangan tersebut untuk diisi oleh si Dia. Tidak lupa juga, kami saling memberikan ucapan perpisahan…
Memang sekarang saya sudah lupa dengan nama si Dia, berhubung buku kenangannya sudah diloak, akan tetapi saya masih ingat dengan ucapan perpisahan itu, sebut saja No Name,
“No Name, suatu saat kita akan bertemu lagi, jangan lupa untuk telepon-teleponan, kalau Bi Ijah yang angkat telepon, bilang ke dia kalau kamu adalah teman saya…” kata-kata yang saya ucapkan dengan nada sedih kepada si Dia.
Dan No Name pun membalas, “Heu euh…” dengan matanya yang sayu.
Di tengah kesedihan itu, Ayah saya berusaha menghibur dengan mengajak saya jalan-jalan ke Museum Geologi di Bandung. Meskipun usia saya masih 6 tahun, namun pengalaman itu tidak terlupakan, apalagi selama di dalam museum Ayah saya memberikan wejangan-wejangan yang aneh, yang saya baru mengerti setelah beranjak dewasa.
Beliau berkata, “Dulu Papah juga pernah ngalamin cinta monyet, tetapi ingat kita bukan monyet lagi,”
Sambil mengarahkan tangannya ke sebuah gambar yang dipajang di dinding Museum, Ayah saya melanjutkan,
“Lihat gambar itu Nak? monyet saja berevolusi, cinta pun pasti berevolusi, dari cinta monyet, kamu akan tahu arti cinta yang sebenarnya di saat kamu sudah menjadi manusia dewasa.”
Sesampainya di rumah, Ayah saya bercerita kepada Ibu saya tentang jalan-jalan di museum itu. Setelah mendengar ceritanya, Ibu saya berbisik ke telinga saya,
“Nak, kita tidak pernah menjadi monyet, dari awal Tuhan menciptakan kita sebagai manusia, biarin aja Papah kamu,” sambil tersenyum-senyum melihat Ayah saya yang sedikit kesal karena perbedaan pendapat.
Itulah wejangan atau pesan pertama tentang cinta yang tidak terlupakan dari orang tua saya.
Setelah beranjak remaja, dan menjadi anak laki-laki yang cukup populer di sekolah menengah pertama, dengan segala permasalahan pubertas, Ibu saya sebagai orang tua kembali memberikan wejangan soal cinta, dan berkata,
“tidak ada salahnya kamu suka dengan seseorang, dan punya hubungan dekat, hanya ada satu hal yang kamu perlu ingat baik Nak,”
“hati laki-laki selalu berubah, sama seperti kamu suka ganti-ganti video game, jadi sebaiknya kamu jangan mengikat hubungan dengan seseorang sebelum kamu berhenti main video game,” kalimat yang Beliau tekankan di saat saya masih SMP.
Ternyata apa dikatakan oleh Beliau tepat, karena semua teman saya yang pacaran di usia SMP, menjadi remaja yang suka ganti-ganti pacar. Dan untuk hal ini, memang kemampuan analisanya sebagai seorang wanita cukup tajam.
Berawal dari persoalan video game itu, saya mendapatkan banyak pelajaran, sebagai seorang pria pasti tidak lepas dari istilah “GAME”, sebesar apapun badan Anda, dan setebal apapun kumis Anda, tetap ada sifat kekanakan, karena itu seorang pria selalu punya hobby, selalu punya benda kesayangan, dan selalu bisa mengotak-ngatik sesuatu yang disukai.
Dan yang paling penting, sekalipun seorang pria punya hobby baru, punya game baru di iPad, dan punya mobil baru, tetapi ada satu hal yang tidak bisa dilupakan, yaitu si Pencuri Tulang Rusuk. Namun, setelah saya melihat Wikipedia, ternyata di sana ditulis bahwa jumlah tulang rusuk pria dan wanita berjumlah sama 12 pasang… hmmm… siapa tahu, mungkin karena tulisan di Wikipedia tersebut, hari ini banyak jomblo.
Sebagai penutup,
Sebenarnya kedua orang tua saya jarang menemukan kata sepakat dalam banyak hal, terutama untuk urusan saya, tetapi ada wejangan dari mereka yang disepakati oleh keduanya setelah saya dewasa, yaitu,
“jomblo itu nasib, single itu keputusan, dan menikah karena cinta itu keberanian, titik.”
Jadi, cinta itu memang membutuhkan keberanian dan pengorbanan. Untuk para pria single jangan pernah mau “ditembak” oleh lawan jenis duluan, because you’re the HUNTER!
Selamat bermalam minggu, dan mari berpetualang…
[Djoel]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H