Mohon tunggu...
Eni Umamah
Eni Umamah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Nahdlatul Ulama

Saya sangat suka membaca cerita dengan judul yang menarik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan akan Tetap Turun Meskipun Beberapa Pohon Telah Mati

1 April 2023   19:07 Diperbarui: 1 April 2023   19:56 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan turun begitu deras malam itu, sekitar pukul 23.00 seorang wanita dengan pakaian kerjanya telah menunggu selama kurang lebih 20 menit di halte. Bus tak kunjung datang, sedangkan hujan semakin deras.

Lembur kerja membuatnya pulang terlalu larut seperti ini. Beberapa pekan akhir-akhir ini, dia memang sering lembur, diberi banyak tugas oleh bosnya, sialan sekali bukan? Ah, tapi mau bagaimana lagi? Demi mencukupi kebutuhan keluarganya, dia harus rela kerja banting tulang setiap harinya.

Dari arah kanan jalan, terdapat siluet lampu bus yang seketika membuat Lidya---nama wanita tersebut menghembuskan napas lega sekaligus mengembangkan senyuman lebarnya.

Bus berhenti di hadapannya, bau asap menyeruak indera penciuman Lidya. Lantas, tidak mau membuang-buang waktunya lagi, Lidya langsung masuk ketika pintu bus tersebut terbuka dengan sendirinya.

Lidya duduk di bangku urutan terakhir, rasanya nyaman karena tidak berdesak-desakkan. Lidya memang sengaja menunggu di halte tadi, karena hanya bus satu inilah yang pulangnya selalu malam hari, jadi Lidya bisa ikut naik untuk pulang.

"Ah, sungguh melelahkan sekali," gumam Lidya sembari memasukkan ponselnya ke dalam tas jinjing miliknya. Kepalanya ia tolehkan ke samping, iseng menatap ke arah luar yang di mana terdapat banyak pohon-pohon, rumah, lampu jalan, dan semuanya diguyur hujan deras. Suasananya menjadi sangat dingin.

"Pohon itu ..." Lidya sekilas memutar memori saat-saat bersama sahabatnya dahulu yang bernama Maria. Maria adalah gadis ceria, periang, dan selalu membuat Lidya gemas dengan tingkah wanita konyol itu. Sayangnya, sekarang sudah tidak lagi.

Tidak lagi bisa tertawa bersama, tidak lagi belanja bersama, dan tidak pernah lagi ngeprank orang-orang yang kita temui di jalanan lalu meminta maaf dan pergi. Walau begitu, mereka tetap melakukannya lagi dan lagi ke orang asing.

Lidya terkekeh, sangat lucu sekali momen-momen yang terus berputar di dalam imajinasinya. Tak terasa, air matanya pun ikut terjatuh membasahi pipi mulusnya.

"Kamu pergi Maria, aku jadi sendirian," lirih Lidya sembari menunduk. Punggungnya terlihat bergetar, masih tidak menyangka di tempat yang pernah dilewati tadi ... adalah tempat di mana Maria tertabrak mobil lalu meninggal di tempat.

Hal itu membuat hidup Lidya hancur, wanita yang dahulunya periang seperti Maria, sekarang tampak cuek dan tidak peduli dengan siapapun kecuali dengan keluarganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun