sungguh warga negara Indonesia sudah kehilangan tujuan dan cita2 kemerdekaan yang diperjuangkan oleh para founding father kita...
karena itu sangat penting bagi kita untuk belajar kembali dari sejarah dan menelaah kembali tujuan kita bernegara
berikut kutipan pandangan Bung Karno dalam sebuah pidato pada tanggal 17 mei 1953 di Universitas Indonesia akan tujuan kita bernegara dan tempat letak toleransi dan pluralisme di dalamnya..
"Kalau kita mendirikan negara berdasarkan Islam, banyak daerah yang
penduduknya bukan muslim, seperti Maluku, Bali, Flores, Timor, Kepulauan
Kei, dan Sulawesi, akan memisahkan diri. Dan Irian Barat, yang belum
menjadi bagian wilayah Indonesia, tidak ingin menjadi bagian Republik.
Bukan satu, bukan tiga, bukan ratusan, tapi ribuan orang Kristen gugur dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Apa yang diinginkan dari harapan umat Kristen? Haruskah kita tidak menghargai pengorbanan mereka?
Harapan mereka bersama-sama menjadi anggota dari rakyat Indonesia yang merdeka dan bersatu. Jangan pakai kata-kata “minoritas,” jangan sekalipun! Umat Kristen tak ingin disebut minoritas. Kita tidak berjuang untuk menyebutnya minoritas. Orang Kristen berkata: 'Kami tidak berjuang untuk anak kami disebut minoritas.'
Apakah itu yang kalian inginkan? Apa yang diinginkan setiap orang adalah menjadi warganegara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itu sama dengan saya, dengan ulama, dengan anak-anak muda, dengan para pejabat, setiap orang tanpa kecuali: setiap orang ingin menjadi warga negara Republik Indonesia, setiap orang, tanpa memandang minoritas atau mayoritas"
versi lengkap pada:
Sukarno, “A speech at the University of Indonesia” di Jakarta, 7 Mei 1953, dalam Herbert Feith dan Lance Castles (eds),
Indonesian Political Thinking 1945-1965 (Jakarta: Equinox 2007) hal. 168-69
masih sulit untuk menebak motif dibalik aksi ini dan masih terlalu dini untuk mencurigai adanya dalang maupun berbagai kepentingan titipan yang diselipkan pada aksi ini.
namun melihat dari jumlah warga yang terprovokasi hingga koordinator aksi yang adalah tokoh/pemuka umat muslim setempat sudah cukup untuk menggambarkan akan sempit dan rendahnya pemikiran mereka akan toleransi.
secara langsung kondisi ini juga menggambarkan akan gagalnya sistem pendidikan kita baik di level formal (SD-SMA-Perguruan Tinggi) maupun di level informal (keluarga-sebagai lingkup terkecil dan lingkungan masyarakat) dalam menanamkan nilai toleransi dan pluralisme..
pendapat saya pribadi untuk masalah ini sederhana saja.
agak sedikit pragmatis namun dalam kondisi yang penting, prinsip ini setidaknya dapat menjadi jawaban untuk berbagai model kasus layak atau tidak layaknya seorang menjadi pemimpin
"Tidak peduli apakah kucing itu hitam atau putih, yang penting dia dapat menangkap tikus.”
It doesn't matter whether it's a white cat or a black, I think; a cat that catches mice is a good cat.