Gedebag gedebug suara kaki dihentakkan terdengar hingga ke beranda. Sesekali suara kardus yang dibanting, kursi yang diseret sepanjang lantai...... hhh, riuh rendahnya memekakkan telinga. Memaksaku untuk bangkit dari meja pendek di sudut teras yang nyaman oleh semilir angin.
Sulungku sedang ngambek rupanya. Sejak tadi ia mencoba meminta perhatianku dengan rengekan dan pertanyaan konyol lainnya. Tapi tak kuhiraukan. Tulisan setengah jadi ini benar benar menyita waktuku.
"Maaa......" rengeknya. Tangannya menggelayut di lengan kiriku. Mulutnya cemberut, manyun.
"Kenapa, sayaanng?" tanyaku tanpa menoleh. Tanganku masih sibuk memencet tombol di keypad.
"Aaaahh mama. Liat adik doong" serunya. Kali ini dia menerobos tanganku dan berdiri tepat di hadapanku. Wajahnya menutupi layar laptop, tak memungkinkan aku untuk membaca hasil tulisanku di sana.
Kuambil nafas panjang. Kuendapkan rasa jengkel yang sejak tadi kutahan tahan.
"Adik kenapa? Bukankah tadi sudah mama buatkan puding kesukaanmu? Sudah makan pagi, sudah minum susu? Lalu, masih kurang apa lagi?" susah payah kujaga intonasi suaraku agar tidak meninggi.
Andin hanya menggoyang goyangkan tubuhnya tanpa menjawab.Ia bahkan menolak ajakan papanya untuk bersepeda keliling kampung.
"Andiin...." tegurku. Pengin rasanya menjewer telinganya kuat kuat. Hiihh, ini anak. Mengganggu konsentrasi saja. Kuurungkan niatku. Ia akan makin rewel kalau aku mencubit atau menjewernya.
~~~~~
Ini hari Sabtu. Biasanya aku akan mengajak Andin berjalan jalan ke sawah dengan bertelanjang kaki. Jaring bertangkai, kantung plastik bening ukuran sedang, ember kecil tempat berbagai macam mainannya, tak lupa bekal makan siang dan minuman dingin. Semuanya kutata rapi dalam kotak plastik bertutup yang transparan. Kujinjing di tangan kiriku sementara tangan kananku menggandeng Andin agar tak terperosok ke dalam lumpur.