Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Meinar segera membersihkan diri dan memoles wajahnya dengan riasan tipis tipis. Disembunyikannya bayang bayang coklat di kelopak matanya dengan eyeshadow yang sesuai dengan warna baju yang dikenakannya.
“Aaahh, masih nampak coklatnya, meskipun samar” gumamnya. Setelah mengoleskan lipstick warna merah maroon, ia meraih tas tangannya dan segera meluncur ke café Transeda di dekat kampusnya dulu.
Meinar memilih duduk di meja yang terletak di sisi kaca lebar, yang membatasi dirinya dengan trotoar di sebelahnya. Udara mendung di luar sana memberikan nuansa kelabu kehitaman. Sama seperti suasana hatinya sore ini. Ia tengah berusaha menghilangkan gundah yang terpancar di wajahnya yang muram.
===== @@@@@@@@@@ =====
Dua minggu telah berlalu sejak ayahnya mengultimatum Meinar. Ia harus memilih satu diantara dua pria. Menikah dengan Arya pria kalem anak sahabat ayahnya yang tak pernah dicintainya ataukah memilih menikah dengan Ganang tanpa restu dari orang tuanya, terutama ayahnya yang sangat dihormatinya?
“Siapa yang harus kupilih? Aku terlanjur menganggap Arya kakakku sendiri…”.
“Mei…..ayah sudah terlanjur berjanji, bahkan sejak kau belum dilahirkan. Apa kau tega membiarkan ayahmu ini menjilat ludahnya sendiri?” kata kata ayahnya terngiang ngiang di telinganya.
Selama itu pula Meinar berperang dengan perasaannya sendiri. Ia tak bisa memutuskan pilihan yang mana yang harus diambilnya. Ia sudah lama mengenal Arya. Keluarga mereka terbiasa melewatkan liburanbersama sama dengan saling mengunjungi satu sama lain. Layaknya anak seusia, mereka akan bersenda gurau dan bermain bersama tanpa pernah berpikir akan masa depan. Tak jarang, Meinar akan menangis meraung raung bila Arya menyembunyikan mainan kesayangannya.
“Ibuuuu….Arya menyembunyikan bonekaku….!!” Teriaknya melengking, memecah keheningan. Arya tertawa tawa di belakangnya sambil meleletkan lidahnya.
Di lain waktu, Meinar akan bersorak kegirangan bila Arya mengijinkannya bermain dengan Si Manis, kucing kesayangannya. Kebiasaan ituterus berlanjut hingga mereka sama sama duduk di bangku SMU. Arya sudah seperti kakak bagi Meinar.Maklum, sebagai anak tunggal, ia begitu mendambakan kehadiran seorang kakak ataupun adik.
“Apaan tuuh?” Arya menggodanya saat Mei menerima surat cintanya yang pertama.
“Mau tauuu aja….”dia akan berlari menjauh sambil tersipu sipu. Ada perih di hati Arya setiap kali Meinar menunjukkan surat surat cinta yang diterimanya, tapi ia selalu berhasil menyembunyikannya rapat rapat.
===== @@@@@@@@@@ =====
Sedang Ganang? Mereka berkenalan dan akrab sejak sama sama menjadi pengurus OSIS di SMU.Keakraban itumenimbulkan debar debar halus di hati Meinar setiap kali mereka bersirobok pandangan. Meinar sangat bahagia ketika mereka diterima di perguruan tinggi yang sama meskipun berbeda fakultas. Meinar memilih jurusan sastra, kegemarannya menulis menjadi dasar pilihannya; sementara Ganang diterima di fakultas bergengsi. Betapa tidak, ia diterima di Fakultas Kedokteran.
Kesibukan kuliah tak membuat hubungan mereka renggang satu sama lain. Ganang selalu punya cara untuk bisa bertemu dengan Meinar, sesibuk apapun.
“Mei…….mau es krim?” disodorkannya es krim kesukaan Meinar. tentu saja gadis itu akan melonjak kegirangan. Sekecup ciuman ringan akan didaratkan Meinar di pipinya.
Tahun demi tahun berlalu. Hubungan mereka makin erat dan serius.
“Mei…..bolehkah aku bertanya sesuatu? Ini tentang masa depan kita, Aay” suatu sore Ganang mengajaknya bertemu di foodcourt.
“Maksudmu? Apa misalnya?” debar di hati Meinar terasa berdentam dentam. Sesuatu yang dikhawatirkannya selama ini terpampang jelas di wajah Ganang.
**^ apa yang akan ditanyakan Ganang pada Meinar? Lalu bagaimanakah kelanjutan hubungan keluarga Meinar dan keluarga Arya selanjutnya? ^**
=====bersambung=====
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H