Mohon tunggu...
Amry Rasyadany
Amry Rasyadany Mohon Tunggu... -

Menulis di engganghitam.blogspot.com. Admin di majalah sastra online MajasOnline.com. Bisa dihubungi melalui akun twitter @Amry_Rasydany

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tahanan Nomer 666

19 Desember 2014   23:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:55 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini hari Jumat bukan? Hari paling segar, hari paling sehat dan hari paling hangat setiap minggunya.  Para napi di sini sepertinya juga sependapat akan hal itu.  Di Rumah Tahanan ini, setiap hari Jumat seluruh napi keluar dari kamarnya.  Senam, olah raga, bersosialisasi dengan tahanan lain, merasakan hangatnya sinar matahari, menghirup udara yang segar, bermain catur atau mungkin hanya sekadar kongkow, ngobrol apa saja dan saling berbagi pengalaman dengan tahanan lainnya yang sudah barang tentu berbeda latar belakang.

Jumat ini setelah senam aku lebih memilih berjemur di bawah sinar matahari bersama para tahanan lain yang merindukan hangatnya sinar ultraviolet ini.  kebanyakan dari kami memang para penghuni sel yang tidak terkena sinar matahari.  Beberapa dari mereka adalah orang yang sudah aku kenal karena satu blok dengan kamarku.  Sambil berjemur biasanya kami ngobrol banyak hal.  Tentang pengalaman pribadi ataupun gosip-gosip terkini yang terjadi di luar Rumah Tahanan.

“Pagi tadi aku sudah bertemu dengan 665.”  Bisik Rahman tepat di depan telingaku.  Dia adalah tetangga selku.  Usianya 31 tahun.  Dia dipenjara karena menjadi pengedar ganja, namun tidak terbukti sebagai pemakai.

“Lalu?”  Jawabku singkat.

“Berarti orang yang disebut-sebut Mbah Sum akan segera hadir.”  Mbah Sum adalah penghuni kamar 102.  Berjarak dua kamar dari sel Rahman. Berumur 68 tahun.  Dipenjara karena dituduh melakukan pembunuhan melalui ilmu hitam.

“Tahanan Nomor 666? Aku tahu.  Lalu kalau dia sudah datang, kita harus apa?”

“Kiamat, Jon.  Kiamat!  Kau tidak tau arti angka itu?  Itu angka setan.  Menurut ramalan Mbah Sum, kiamat akan bermula di rumah tahanan ini.  Dajjal akan hadir di tengah-tengah kita dalam wujud tahanan bernomor 666.”

“Omong kosong.  Nabi Muhammad muncul di Arab.  Mekah.  Nabi Musa muncul di Mesir.  Lalu kenapa Tuhan memilih Indonesia sebagai tempat kemunculan Dajjal.  Sebegitu buruknya kah Bangsa ini sampai kiamat harus berawal dari sini?”

“Memang di luar logika, Jon.”  Sobrat ikut nimbrung dalam percakapan aku dan Rahman.  Sobrat berumur 37 tahun.  Dipenjara karna memperkosa mantan istrinya.  Dia adalah warga blok seberang.  Kami biasa menyebut tiga blog di seberang kami dengan sebutan sayap kanan sedangkan tiga blok tempat kami tinggal adalah sayap kiri.  Sayap kanan dan sayap kiri di pisahkan oleh sebuah halaman tempat kami berjemur saat ini.

“Tapi tahanan 665 merupakan petanda, Jon.  Tahanan berikutnya berarti bernomor 666.  Bagaimanapun juga, kita harus tetap waspada.”  Lanjut Sobrat.

“Kiamat sebentar lagi datang, Jon.  Kita mati sebagai  umat akhir jaman dan menikmati kiamat di dalam penjara.”  Rahman menambahkan.

“Sebegitu hina kita ini?”  Aku mulai tertarik membicarakan ini.

“Ya,  sepertinya memang pertanyaan itu yang saat ini menghantui 665 tahanan yang ada di sini.  Apakah kita begitu hina?  Hidup sebagai umat akhir jaman, jauh dari pencerahan agama, jauh dari para nabi, dan mati di penjara sebagai narapidana.”  Sobrat menanggapi pertanyaanku.

“Dan di akhirat nanti kita akan masuk neraka.  Soalnya kita adalah pendosa.”  Rahman menambahkan.

“Sial.” Jawabku.

“Apanya yang sial?” Tanya Sobrat.

“Ya kita ini, Brat.  Orang-orang yang sial.  Hidup sial.  Mati sial.  Di akhirat pun sial.”  Rahman menjawab pertanyaan Sobrat yang sebenarnya ditujukan kepadaku.

“Tobat saja kalau begitu.”  Tiba-tiba Mbah Sum sudah muncul di tengah-tengah kami.

“Eh, Mbah Sum.  Sini, Mbah,  ikut ngobrol sama kami.”  Kata Rahmat dengan sopan mempersilakam Mbah Sum duduk.  Mbah Sum dengan agak tertatih menjongkokkan diri dan kemudian duduk dengan hati-hati.

“Menurut terawang saya.  Masih ada sedikit waktu sebelum tahanan nomor 666 ini benar-benar hadir di tengah-tengah kita.  Berarti masih ada waktu untuk tobat.  Paling tidak mengurangi kesialan kita nanti di akhirat.”  Mbah Sum menambahkan.  Mbah Sum adalah orang yang dituakan di Rutan ini.  Tidak heran jika para tahanan di sekitar kami yang sedari tadi sibuk dengan kegiatan masing-masing jadi ikut bergabung dengan forum yang aku buat bersama Rahman dan Sobrat.  Mereka semua terlihat mantuk-mantuk mengiyakan omongan Mbah Sum.

Kemudian Mbah Sum menambahkan, “Kiamat itu akan terjadi pada hari Jumat. Bukankah ini hari Jumat?”

“Berarti kiamat akan terjadi hari ini, Mbah?”  tanya salah seorang tahanan diantara kerumunan ini.  aku kurang mengenalnya.  Dia sering dipanggil Cempek.  Satu blok dengan Sobrat.  Pertanyaan Cempek itu segera menimbulkan kekisruhan di kerumunan ini.  Semua terdengar gelisah.  Mereka seperti sapi yang belum siap disembelih pada hari raya Idul Adha.  Terdengar sangat gusar.

“Bergantung.”  Jawab Mbah Sum singkat.

“Bergantung gimana, Mbah?”  tanyaku ingin tahu lebih jauh tentang maksud kata bergantung itu.

“Tahanan Nomor 666 akan datang hari ini apa tidak.”  Kata Mbah Sum.

“Jika ternyata dia tidak datang hari ini?” tanyaku lagi.

“Berarti kiamat akan menunggu di Jumat berikutnya.  Jika dia belum datang juga.  Jumat lainnya akan tetap menunggu.” Mbah Sum menjelaskan.

“Lalu kapan 666 akan datang, Mbah?” Rahman semakin was-was.

“Maafkan saya saudara-saudaraku.  Bagaimanapun juga saya ini tetaplah manusia biasa.  Sama seperti kalian semua.  Sang Gusti cuma memberikan terawang sebatas ini kepada saya.  Selebihnya adalah rahasia-Nya.”  Jawab Mbah Sum dengan rendah hati.

-o@@@o-

Makin lama geger tahanan nomor 666 makin luas saja.  Mushola sekarang jadi penuh.  Bahkan di hari Jumat seperti ini, salat Jumat berjamaah harus diadakan dua kali.  Karena mushola di Rutan ini tidak cukup menampung 90% narapidana yang secara serempak menjadi rajin salat.  Anjuran Mbah Sum untuk bertobat sepertinya benar-benar mampu menghegemoni pemikiran kami.  Aku pun tak mengingkari termasuk orang-orang yang mulai percaya bahwa Tahanan Nomor 666 adalah awal mula kiamat di muka bumi.

Sudah enam kali Jumat seperti ini.  Jumat yang biasanya kami tempuh dengan ceria menjadi detik-detik yang sangat mencekam.  Semua tahanan menungggu hingga menjelang waktu zuhur.  Adakah tahanan baru yang akan masuk ke sini?  Tahanan Nomor 666 yang membaur di tengah-tengah kami.  Tahanan yang ditunggu, namun tak pernah kami harapkan kedatangannya.

Mbah Sum bilang kalau kiamat terjadi setelah kita salat Jumat.” Rahman juga berkata seperti itu di Jumat-jumat sebelum ini.

“Aku tau.”  Jawabku sama seperti Jumat-jumat sebelumnya.

“Kamu takut, Jon?”  tanya Rahman.

“Ya.  Kita semua di sini takut.”  Jawabku.

“Aku juga.”  Sobrat menambahkan.

“Mana Dajjal itu? Kenapa tak datang-datang?”  tanyaku sedikit agak kesal.

“Hush, kamu ini.  Kalau ngomong jangan sembarangan.”  Tegur Rahman.

“Sudah dua bulan seluruh penghuni Rutan ini was-was.  Yono, tahanan nomor 665 itu juga akhirnya ikut-ikutan takut.  Padahal dia kan orang baru.  Apa lagi kita yang sudah lama d sini.”  Jawabku lagi.

“Mungkin Dajjal butuh waktu yang tepat untuk muncul.”  Sobrat menanggapi.

“Waktu yang tepat itu kapan?” Tanya ku.

“Mana aku tau.  Mbah Sum saja tidak tahu kapan waktu yang tepat itu.  Apa lagi aku.”  Jawab Sobrat sambil garung-garuk kepala.

“Tahanan Nomor 666 pasti bukan orang sembarangan.”  Rahman menambahkan.

“Ya.  Beritanya bahkan dia sudah berkeliaran di luar sana.  Mendoktrin manusia untuk menyembahnya.”  Sobrat tak mau kalah berpendapat.

“Aku dengar juga, dia mengaku bahwa dia adalah Tuhan?” Aku semakin penasaran.

“Ya. Saat ini dia sedang disembah dan dipuja oleh pengikutnya di luar sana.  Hingga akhirnya dia masuk ke sini.”  Jawab Rahman.

“Katanya dia bisa membangkitkan orang mati.”

“Dia juga bisa mendatangkan hujan.”

“Dan dia bermata satu.”

“Berarti dia bukan manusia sembarangan?” tanyaku pada kedua rekanku.

“Sudah pasti.  Dia Dajjal.  Dia bukan orang biasa seperti kita.”

Armagedon kabarnya sudah mulai tersulut di Palestina.  Para Yahudi berkuasa.  Masjidil Haram akan rata dengan tanah.”

“Apa itu Armagedon?”

“Perang dunia ketiga.  Perang yang disebut-sebut sebagai perang akhir jaman.”

“Bahkan kalender Suku Maya sudah hampir usai.  Konon katanya, umur dunia ini sesuai dengan kalender itu.”

“Berarti benar dia akan ada di sini di tengah-tengah kita?”

“Bisa jadi.”

“Sampai sekarang rumah tahanan ini belum ditambah satu orang tahanan pun.”

“Karena tahanan berikutnya bukan tahanan biasa.”

“Ya, tahanan berikutnya Tahanan Nomor 666.”

“Tahanan yang disebut-sebut Mbah Sum sebagai awal mula kiamat.”

Perbincangan kami Jumat ini berhenti di sini.  Kami sibuk dengan pikiran masing-masing.  Aku pun sibuk mengingat dosa apa yang sudah pernah aku perbuat.  Aku harus mengingatnya lalu bertobat.  Aku ingin bertobat selagi sempat, sebelum tahanan nomor 666 datang.  Sebelum tahanan berikutnya hadir di tengah-tengah kami.

Rutan ini penuh dengan orang-orang yang bertobat.  Orang-orang yang menyadari benar kiamat hanya berjarak satu orang lagi yang akan masuk ke Rumah Tahanan ini dan kami akan mati dalam kehinaan jika terus menerus hidup sebagai pendosa.  Orang-orang di sekitarku sadar benar akan waktu yang makin sedikit dan menyesali hidup yang penuh dengan kehinaan.  Sial.  Mereka pasti berpikir bahwa mereka adalah orang-orang yang sial.

-o@@@o-

“Jadi sebenarnya siapa Tahanan Nomor 666 itu”?  Tanya Marni, istriku setibanya aku di rumah.

“Sampai sekarang, aku dan 664 tahanan di Rutan itu masih belum tau.”  Jawabku.

“Bahkan Mbah Sum pun tak tau?”  Dia bertanya lagi.

“Belakangan aku baru tahu kalau Mbah Sum adalah seorang dukun gadungan.”  Jawabku lagi.

“Berarti dia tak menguasai ilmu hitam apapun seperti yang dituduhkan kepadanya?”

“Iya.”

“Lalu dari mana ramalan Tahanan Nomor 666 itu dia dapat?”  Marni jadi penasaran.

“Mana aku tahu. Mbah Sum telah berhasil menunda kiamat yang ia buat sendiri.”

“Maksudnya?”

“200 tahanan dipotong masa tahanannya termasuk aku karena kami berkelakuan baik.”

“Lalu apa hubungan dengan Tahanan Nomor 666 atau ramalan kiamat dari Mbah Sum?”

“Sudahlah tak usah dipikirkan.  Yang pasti kiamat masih lama.”

-o@@@o-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun