Mohon tunggu...
Engelina Marbun
Engelina Marbun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi PG-PAUD, FKIP

Suka tantangan dan hobi touring ke alam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Komentar Elit, Literasi Sulit

26 Desember 2023   11:41 Diperbarui: 26 Desember 2023   11:41 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh:

Engelina Marbun dan Iyan Sofyan

(Mahasiswi dan Dosen PG-PAUD, FKIP Universitas Ahmad Dahlan)


Indonesia darurat literasi ? Menurut survey UNESCO 2022 (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) merupakan organisasi Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa  (PBB) yang bergerak pada bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, berarti minat baca sangat rendah. Minat baca masyarakat Indonesia sungguh sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61) (Sumber: kompasiana, 2023).

Literasi tidak hanya kemampuan untuk membaca dan melek huruf, melainkan juga kemampuan untuk memahami dan mengelola informasi yang diterima. Salah satu penyebab dari darurat membaca dan memahami ini adalah perkembangan teknologi yang sangat cepat dan mendunia terutama dalam penggunaan smartphone. Indonesia menjadi salah satu pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika. Darurat literasi ini disebabkan oleh sebagian masyarakat Indonesia begitu mudah dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang cepat serta menawarkan gaya hidup mewah dengan alasan mengikuti zaman.

Penggunaan gadget terutama sangat pesat dan merata, salah satunya disebabkan pada masa covid-19, dimana semua kegiatan di luar rumah terhenti dan beralih ke online/daring. Salah satu contoh yang sangat mudah kita ketahui ialah di Sekolah. Penggunaan smartphone untuk peserta didik mulai dari TK-Perguruan tinggi menjadi meningkat karena semua kegiatan belajar-mengajar dilaksanakan melalui online/daring. Penggunaan smartphone memang sangat membantu dalam belajar-mengajar. Namun, efek yang ditimbulkan terutama bagi anak-anak ialah anak menjadi kecanduan dalam menggunakan smartphone. Anak-anak lebih memilih untuk main HP daripada belajar dengan menatap buku.

Penggunaan gadget tidak hanya berdampak negatif bagi anak-anak, melainkan berdampak juga bagi orang dewasa. Handphone menyediakan segala sesuatu, ini menjadikan orang terlena dengan keasyikan pribadi bahkan tidak jarang orang dewasa pun juga ada yang kecanduan. Ada beberapa akibat lain yang ditimbulkan dari penggunaan gadget ini,ialah:

Pertama, Orang menjadi tidak mau membaca buku dengan alasan semua berita sudah ada di hp, ada juga yang beralasan hemat kertas. Pernyataan tersebut memang positif tetapi kenyataan di lapangan ialah meskipun smartphone menyediakan semua yang kita inginkan (berita, bisnis, tutorial memasak atau tutorial yang lain, pola pengasuhan anak serta banyak lagi), tetapi tidak semua orang dapat menggunakannya dengan baik terutama semakin menurunkan minat baca dan minim pemahaman. Orang lebih suka mencari hiburan di media sosial.

Kedua, Penggunaan smartphone juga ternyata berpengaruh pada kestabilan emosi seseorang. Waktu yang kita habiskan dalam menggunakan media sosial ternyata  mempengaruhi pikiran, hati dan cara berpikir kita tentang sesuatu atau seseorang. Dalam media sosial, kita melihat banyak hal yang beranekaragam jenis konten, sehingga kita menjadi tidak punya titik fokus dalam satu hal. Hati dan pikiran kita terombang-ambing dipengaruhi konten-konten yang ada, sehingga sangat mudah terpancing emosi.

 Akibat penggunaan smartphone yang tidak bijak ini, sampai pada penggunaan media sosial. Di media sosial, orang-orang sangat mudah berkomentar hanya dengan membaca judul konten atau berita, tanpa membaca dan memahami isi keseluruhan dari informasi yang dibaca atau ditonton. Kejadian ini sering disebut dengan julukan “ Komentar elit, literasi sulit”. Orang sangat mudah melontarkan komentar negative, menyakiti orang lain dan tidak sadar bahwa di balik akun media sosial itu ada seorang manusia yang juga punya hati. Dalam berkomentar di media sosial, orang sering tidak berdiskresi (mempertimbangkan) akan apa yang ditulis, melainkan spontan berkomentar dan tidak jarang mencari sensasi dan memperkeruh suasana.

Keadaan ini sangat miris dan membahayakan, apalagi mudah terpengaruh dan terprovokasi oleh berita hoax yang sebenarnya hoax itu dibuat orang hanya untuk mencari sensasi dan hanya konten untuk mencari uang. Kebijakan dalam menggunakan media sosial sangat dibutuhkan, bukan hanya bagi mereka yang menerima informasi tetapi terlebih bagi mereka yang membuat konten yang akan diterima oleh masyarakat luas. Kebijakan membuat konten yang bermutu dan berita yang valid, yang mengedukasi sesama saat ini sangat dibutuhkan.

Untuk mengatasi permasalahan ini, ada beberapa cara yang dapat meningkatkan kembali literasi yang dimulai sejak usia dini. Darurat literasi ini sangat memprihatinkan saat ini. Namun, kita masih punya punya harapan bahwa Indonesia tetap dapat meningkatkan minat baca terutama bagi generasi muda yang menjadi penerus bangsa. Terutama Penggunaan gadget bukan hanya dikalangan orang dewasa, melainkan juga oleh anak-anak yang masih di bawah umur. Salah satu cara yang mungkin dapat dilakukan adalah dimulai dari keluarga yang menanamkan budaya membaca bagi anak mulai dari usia dini.

Usia dini adalah usia emas, dimana anak sangat mudah meniru orang dewasa dan orang lain disekitarnya. Alangkah baiknya, pada usia emas ini anak didampingi oleh orangtua atau orang dewasa, menanamkan kebiasaan membaca. Peran keluarga sangat dibutuhkan dalam hal ini.  Anak diberi aturan dalam penggunaan gadget serta disiplin dalam penggunaan ( contoh : pada jam tertentu), namun orangtua tetap mengontrol apa yang diakses anak di HP tersebut.

Terkadang banyak orangtua yang sengaja memberi gadget pada anak dengan alasan supaya anak tidak mengganggu pekerjaan orangtua, supaya anak tenang. Memang anak menjadi tenang, tidak menangis (tantrum) tetapi efek yang ditimbulkan tidak memberi hal yang positif. Dengan memberi gadget pada anak setiap kali menangis atau menginginkan sesuatu, anak menjadi kebiasaan untuk mengalihkan perasaannya pada hiburan yang dia tonton di youtube, game online atau aplikasi hiburan lainnya dan tangisan menjadi senjata untuk mendapatkan apa yang diinginkan. 

Orangtua sangat berperan untuk mendidik dan membimbing anak-anaknya untuk menjadi anak yang berprestasi. Salah satu cara untuk menumbuhkan minat baca anak adalah dengan memulai dahulu dari buku-buku yang disukai anak. Contohnya : cerita bergambar, cerita dongeng dan legenda/ cerita rakyat. Anak diajak bukan hanya sekedar membaca tetapi anak distimulasi (dipancing) dengan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan buku yang dibaca untuk dapat menceritakan apa isi secara singkat dari buku tersebut. Anak diajak untuk mengingat dan mengajak memahami apa yang didengar dan dibaca. Dengan anak dipancing untuk menceritakan yang diingat, anak juga sekaligus belajar berpikir dan belajar mengutarakan apa yang dipikirkan dengan kata-kata.

Orang-orang dapat berprestasi dan mempunyai kosakata yang banyak adalah salah satunya juga karena rajin membaca dan menganalisa suatu informasi baru. Dengan membaca sebenarnya banyak keuntungannya, melatih otak untuk terus berpikir kritis, tidak pelupa karena otak diasah untuk terus bekerja dan semakin otak kita diasah, maka akan semakin bekerja maksimal. Sebaliknya, jika otak kita tidak diasah dan tidak pernah digunakan untuk berpikir kritis, maka akan menjadi tumpul dan menjadi lambat untuk berpikir.

Melalui data yang mengatakan bahwa saat ini Indonesia darurat literasi, yang disebabkan oleh penggunaan smartphone yang berlebihan, sehingga mengakibatkan kurangnya daya pemahaman yang bijak. Maka, mari kita tumbuhkan kembali semangat membaca pada anak-anak kita agar tumbuh menjadi generasi yang hebat, berprestasi, memiliki daya juang yang tinggi, mampu berpikir kritis dan tidak mudah terbawa arus perkembangan zaman yang tidak positif. Membaca adalah awal dari berkembangnya pengetahuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun