Mohon tunggu...
engel elvent
engel elvent Mohon Tunggu... -

SUKA HUMOR, PEMARAH

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Bukanlah Pencela Cerita Yang Harus Percaya Kata Mereka

3 Mei 2015   20:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:25 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

AKU BUKANLAH PENCELA CERITA YANG HARUS PERCYA KATA MEREKA
tanggal 28-04-2015 ketika senja mulai menhmpit kecerahan hari ini. Dengan gaya khas yang seperti biasa aku menyusuri lorong kelas lantai di KAMPUS IBUM. seorang memanggilkuu dan dengan senyum kusapa sahabatku itu. "saya tau pacar kamu sekarang" cetusnya. hanya bisa tersenyum mendengar perbicangan awal itu. " engel, semua tentang dia dan bagaimana dia, saya tahu semua". sahutnya lagi. " apa yang kamu ketahui tentang dia?" kataku. "engel, jika saya menceritakan dia kamu pasti marah, saya tidak tahu bagaimana hubunganmu selanjutnya".imbuhnya. darah mengalir sekian derasnya dan serasa seluruh tubuhku sperti selasai tercebur di kolam ES. instingku menyikapi semua atas kelanjutan dari percakapan bersama sahabatku itu. " engel, bagaimana pun juga dia adalah Ibu dari semuanya yang kamu miliki kelak, saya sangat minta maaf engel tidak pernah mengajari memilih karena saya juga tidak tahu soal dia. siapa dia? dia dari mana? sekolah dimna dulu. sekali lagi maaf saya tidak melihat itu kemarin." ( dengan kerutan) katanya. nada lirih dengan kerutan mengitari ddahinya membuatku merasa bersalah pada sahabatku itu.hembusan nafas panjang itu yang aku lakukan mendengar ceritanya. celotehan atau percakapan sinkat itu semakin kaku untuk berdiri. ku termenung kembali dan membayangi bagaimana sebenarnya tentang dia meskipun bagiku sekarang dia adalah partner abadiku dan tak kuingkari janji yang kubuat karena memberikan harapan pada seseorang yang kita cintai akan memberikan hidup atau nafas baru bersama kita dan bagaimana meyakinkan kita adalah dirinya lain. masih bingung akan inti pembicaraan kami, aku pun memecahkan keheningan. "apakah dia dulu seperti yang sedang kami alami sekarang?". dengan nada datar yang kudengar, " iya, tetapi dia berjalan pada lintasan yang salah sebagai alternatifnya dulu." katanya dengan kepalag bungkuk dan tidak berani menatapku. pikiranku tak terarah membayangkan bagaimana dia melakukan itu dulu, dengan sekian hayalan akan kejadian seperti itu dalam benakku menimbulkan pertanyaan yang harus dijawab pacarku itu" seperti itukah dirinya, setegah itukah dia? sedangkal itu pemikiran seorang(..) ? pikrianku berkecamuk memikiran inti pembicaran tadi. aku tak lagi bergeming menjawab dan melanjutakan pembicaraan kami. sekarang aku hanya memikirkan hal-hal yang positif dengan dirinya. karena aku memiliki prinsip mencintai seseorang yaitu " TIDAK PEDULI APA KATA MEREKA ATAUPUN MANTANMU"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun