SAAT berselancar di lautan maya, mata saya tertarik dengan berita soal murid SD yang katanya diculik. Murid kelas V ini dengan rinci menceritakan bahwa dirinya sempat disekap satu jam oleh para pelaku di salah satu rumah. Dikatakan, komplotan penculik ada empat orang, satu di antaranya perempuan, menggunakan sebuah mobil warna hijau bertuliskan Jeep.
Siswi SD ini ditarik masuk mobil dan matanya ditutup kemudian dibawa ke sebuah rumah. Di tempat tersebut, korban kemudian diikat dengan tali. Sementara para pelaku pergi meninggalkan korban.
Siswi ini kemudian berhasil meloloskan diri dengan cara memotong tali pengikat dengan menggunakan sebilah pisau yang tergeletak tidak jauh dari tempatnya diikat. Kemudian bergegas kabur dari tempat tersebut, lalu naik angkutan umum dan pulang ke rumahnya.
Kisah yang terjadi di salah satu daerah di Kaltim itu kelihatannya sangat nyata dan benar-benar detail. Namun sehari kemudian, berita ini dianulir karena kisah di atas hanya sekadar rekayasa dari bocah SD tersebut. Polisi memastikan penculikan tersebut tidak pernah ada. Bocah ini sengaja mengarang cerita karena takut dimarahi orang tuanya lantaran terlambat sampai ke sekolah.
Nah, hal inilah yang membuat saya tertarik mendalami hal ini. Kenapa si anak sampai berani berbohong dan mengarang cerita penculikan? Dari pengalaman di ruang praktik, anak biasanya berbohong karena tidak diberi kesempatan memberikan penjelasan kepada orang tuanya, ketika si anak melakukan kesalahan. Selain itu, biasanya orang tua biasa memberikan hukuman terlalu berat dibandingkan dengan kesalahan yang sudah dilakukan.
Namanya anak-anak, wajar pernah melakukan kesalahan. Sebagai orang tua, perlu diberikan pemahaman atas kesalahan yang sudah dilakukan. Setiap kali anak melakukan kesalahan menurut pandangan orang tua, jangan buru-buru memberikan hukuman. Berikan hak jawab pada anak, kenapa sampai melakukan hal tersebut. Hukuman adalah jalan paling akhir yang ditempuh, bahkan tidak diperlukan, jika si anak sudah diberikan pengertian dan pemahaman.
Jika hal ini sudah dibiasakan, anak pun tidak akan sampai berbohong. Kenapa? Karena ketika dia jujur, orang tuanya pun memahami dan tidak langsung memberikan hukuman.
Sekali lagi, ini hanya sebatas analisa saya dan berdasarkan pengalaman di ruang praktik. Terkait siswi dalam kisah di atas yang merekayasa sebuah kasus penculikan, tentu hanya dia yang tahu alasannya. Namun setidaknya, ada hikmah dan pelajaran yang bisa diambil dari kejadian tersebut.
Bagaimana menurut Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H