Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Prestasi Anak Jelek? Bodo Amat

29 Januari 2016   00:15 Diperbarui: 30 Januari 2016   00:09 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bagi sebagian orang tua, nilai adalah segala-galanya. Tak heran jika ada orang tua yang mencak-mencak, bahkan mengamuk, ketika mendapati sang anak hanya mendapat nilai di bawah 50, bahkan nilai nol.

Sahabat, prestasi memang patut diperjuangkan dan dikejar. Namun, dalam proses tumbuh kembang anak, cukup banyak aspek yang perlu diketahui. Secara umum, ada banyak aspek kecerdasan berbeda-beda yang dimiliki si anak. Sehingga, setiap anak satu dengan yang lain, jelas berbeda.

Namun tetap saja banyak orang tua yang mengukur kemampuan anaknya dari sisi nilai semata. Sehingga, yang dikejar bukan lagi prestasi, melainkan prestise untuk orang tua.

Jangan heran jika kemudian tak sedikit anak yang pekerjaannya jauh lebih berat dari orang tua. Pulang sekolah, masih harus mengikuti berbagai kursus. Dari mulai menghitung cepat, kursus musik, hingga les ini dan itu. Pendek kata, anak-anak benar-benar terforsir tenaganya.

Sahabat, nilai bukanlah indikator untuk menentukan anak pintar atau bodoh. Nilai hanya menjadi indikator apakah anak sudah mengerti atau tidak terhadap pelajaran yang disampaikan guru. Sekarang, coba sahabat ingat ketika sekolah. Tak sedikit mereka yang di sekolah nilainya biasa-biasa saja, namun kini bisa sukses. Pun sebaliknya, ada yang dulu waktu sekolah nilainya selalu bagus, ternyatanya ngga juga sukses-sukses amat. Bahkan ada yang jadi karyawan di sebuah perusahaan yang pemiliknya tidak lulus sekolah dasar.

Nilai jelek tak membuat hidup anak kiamat. Sukses tidak ditentukan oleh nilai. Buktinya, ketika mengajukan kredit di bank, yang jadi jaminan adalah aset, bukan ijazah yang indeks prestasinya cumlaude.

Thomas J Stanley dalam bukunya The Millionaire Mind merilis hasil survei yang dilakukan di Amerika Serikat dengan 1.001 responden. Dari 1.001 orang ini, 733 adalah miliuner dengan kekayaan di atas 1 juta dolar AS atau sekitar Rp 13 miliar, dengan kurs Rp 13 ribu per dolar AS.

Menurut survei itu, faktor sukses nomor satu adalah bersikap jujur kepada semua orang, disusul dengan disiplin yang baik, dan pintar bergaul. Ada lagi banyak faktor sukses yang sama sekali tak ada kaitannya dengan nilai akademik.

Kecerdasan menjadi faktor di urutan ke-21, kemudian masuk sekolah top di urutan 23. Sedangkan faktor lulus dengan nilai terbaik di urutan 30. Sahabat boleh membantah atau tidak terima, namun inilah fakta yang didapatkan dari survei tersebut.

Beberapa waktu lalu, saya mendapati soal ulangan dari keponakan. Soalnya adalah: “Kambing makan…..” Sang keponakan, karena memang pernah melihat sendiri kambing makan daun-daunan, maka dia pun menjawab “daun”. Nyatanya jawaban ini disalahkan, karena jawaban yang benar adalah “rumput”.

Hal-hal seperti inilah yang kemudian membuat konsep pemahaman anak terhadap sebuah persoalan tidak terbiasa kritis. Harus mengikuti apa maunya guru, tanpa diajak berdiskusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun