Adakah orang yang mencintai sungai lebih dari segalanya? Jawabannya ada. Beliau adalah Misman, pria yang sebelumnya dikenal sebagai wartawan sebuah tabloid pendidikan, miliknya sendiri. Awalnya Misman gelisah melihat lingkungan tempat tinggalnya yang kotor. Sungai Karang Mumus yang di masa kecilnya menjadi tempat bermain, termasuk penyedia sumber air bagi warga tepi sungai, kini berubah menjadi tempat sampah terpanjang di Samarinda.
Misman menyampaikan, sungai yang berhulu di Desa Muara Datar, Muara Badak, Kutai Kartanegara ini dulunya indah. Di masa kecilnya, era 1970-an, sepanjang tepi sungai banyak ditumbuhi bakau, rambai padi, nipah dan pohon rumbia. Mata sangat teduh dengan pemandangan hijau, airnya pun segar untuk mandi. Sungainya pun masih sangat dalam, hingga 10 meter, dan mudah dijumpai ikan seperti patin, lais, baung, dan sejenisnya.
Sebagai wartawan, pria ini kemudian rutin memberitakan kondisi Sungai Karang Mumus yang semakin parah. Bukannya membaik, berita yang ditulis nyatanya tak banyak berpengaruh. Ia pun menyampaikan keluhan ke beberapa pihak, tapi tak juga ada tanggapan.
Meski dianggap sok pamer, dianggap sebagai pahlawan kesiangan dan berbagai cibiran lainnya, Misman tak peduli. Ia hanya berharap masyarakat tergerak hatinya untuk peduli dan peduli.
Sekali lagi, Misman sudah kebal dengan semua cibiran. Dia terus melakukan aksinya tanpa henti. Beberapa warga di sekitar sungai termasuk ketua RT 7 Kelurahan Sungai Pinang Luar, Kecamatan Samarinda Kota akhirnya memberikan dukungan.
Setiap hari, ia tak pernah bosan menampilkan wajah sungai yang kotor oleh sampah, di akun media sosialnya. Pendek kata, setiap hari pria ini selalu ‘bersetubuh’ dengan Sungai Karang Mumus.
“Ngga tahu sudah berapa uang yang keluar. Yang penting sungai ini bisa bersih. Entah sampai kapan?” kata Misman ketika ditanya berapa uang pribadinya yang ‘terampas’ untuk aktivitas ‘gila’ yang ia lakukan itu. Bahkan, uang yang biasanya digunakan untuk mencetak tabloidnya sendiri, akhirnya lebih banyak digunakan untuk membiayai gerakan yang kemudian diberi nama Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM).
Rekannya sesama wartawan pun tak mau ketinggalan memberikan dukungan. Tak hanya ikut terjun memungut sampah, ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim Endro S. Efendi, juga memberikan penghargaan khusus kepada pria ini.
“Padahal di Samarinda ini banyak orang pintar, banyak profesor. Tapi perilakunya masih memprihatinkan,” keluh Misman.