Selama ini, kerap ada yang mengatakan, kritik akan membuat seseorang menjadi lebih baik. Kalimat penilaian yang disampaikan ke seseorang itu kemudian disebut sebagai  kritik membangun.
Lantas, benarkah ada kritik membangun? Saya tidak dalam kapasitas membenarkan atau menyalahkan kalimat tersebut.
Belum lama ini, saya melihat satu serial dokumenter yang sangat bagus di Netflix. Judulnya 100 humans.
Serial sebanyak 8 episode itu merupakan penelitian berbasis psikologi ilmiah yang menyelami lebih dalam berbagai perilaku manusia.
Total ada 100 orang yang dijadikan objek penelitian. Mereka dilihat dari berbagai latar belakang baik dari sisi usia, profesi, gender, dan indikator lainnya.
Salah satu episode sangat menarik menurut saya adalah yang berjudul Kesakitan vs Kesenangan. Di dalam episode ini, dari  100 orang terpilih 16 orang yang diajarkan seni akrobat memutar dengan sebuah tongkat kayu. Seorang ahli dihadirkan untuk mengajarkan para peserta bagaimana caranya memutar piring dengan tongkat kayu itu.
Setelah intens berlatih, setiap peserta diminta menunjukkan hasilnya di depan pemain akrobat profesional tadi. Namun, tes psikologi dilakukan di sini. Secara acak, sang ahli akan memberikan penilaian berdasarkan undian bola yang ia pilih. Jika ia mendapat bola biru, maka sang ahli akan memuji penampilan peserta, walau kemampuannya buruk sekalipun.
Sebaliknya, jika terpilih bola warna merah, maka sang ahli akan memberikan kritikan tajam, bahkan sebaik apa pun penampilan dari sang peserta.
Sehingga secara acak, dari 16 peserta tadi, ada 8 orang yang mendapatkan kritikan tidak positif, dan ada 8 peserta lainnya mendapatkan pujian atau dorongan positif.