Di sebuah grup WA emak-emak kece, terjadi diskusi cukup seru. Temanya seputar kegiatan manasik haji cilik alias manasik haji yang diikuti murid taman kanak-kanak (TK) atau pendidikan anak usia dini (PAUD). Ada yang dengan tegas bertanya, perlukah kegiatan itu?
Sabar, pembaca jangan ikut menjawab dulu. Menjawab pertanyaan di atas perlu dengan kondisi kepala dingin dan hati tenang dan nyaman. Sebab kalau menjawab dengan emosional, jadi bias. Nanti yang muncul adalah jawaban 'pokoknya'.
"Pokoknya kalau urusan agama pasti penting dan perlu!" Â Ya, sabar. Â Tenang dulu.
Urusan agama pasti perlu dan penting, semua pasti harus setuju. Tapi haruskah urusan manasik haji itu dilakukan sejak kecil?
Ada seorang ibu dengan jelas menjawab, belum saatnya manasik haji cilik dilakukan. Alasannya, rukun Islam lainnya saja belum dipahami dengan utuh, eh anak sudah diajarkan manasik haji.Â
Bukankah anak harus terlebih dahulu diajarkan makna syahadat, salat, puasa dan zakat. Barulah diberikan materi simulasi atau manasik haji.
"Masih awal tahun ajaran baru, belum lagi bahas materi ibadah lainnya, sudah diajarkan manasik haji," sebut seorang ibu memberikan alasan penolakan itu.Â
Tak heran jika kegiatan manasik haji untuk anak TK atau PAUD itu hanya sekadar 'proyek bisnis' semata dari para pengelola pendidikan. Sebab, biaya yang dikeluarkan memang tidak sedikit.
Belum lagi setiap orang tua dibebankan biaya manasik tersebut. Bagi yang mampu tentu tidak masalah. Bagaimana dengan mereka yang 'terpaksa' harus mengikutkan anaknya karena memang program itu ada embel-embel 'wajib'.Â
Padahal pada kenyataannya, ibadah haji yang nyata pun hanya diwajibkan bagi yang mampu. Mampu dari segi fisik lebih-lebih dari sisi materi.
Karena itu, ketimbang untuk manasik haji, bukankah lebih penting mengajarkan anak tentang ibadah keseharian lainnya yang lebih utama? Sehingga kelak anak benar-benar memahami rukun Islam itu.