Jika malaikat jibril bertugas menyampaikan wahyu, pria bernama Jibril yang satu ini justru ditangkap polisi karena menyebarkan konten video mesum dengan mantan pacarnya sendiri. Â
Nama lengkapnya Jibril Abdul Azis, berusia 26 tahun, mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang konon bahkan pernah tampil di televisi dalam acara Indonesia Lawyer Club (ILC) TV One. Â Jibril ditangkap Ditreskrimsus Polda DIY pada 15 Juli 2019, di kosnya yang tidak jauh dari Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM).
Pria ini dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagai tersangka penyebaran konten-konten pornografi. Ancaman penjara paling lama enam tahun. Selain itu, tersangka dijerat Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Ancaman pidananya paling singkat enam bulan dan paling lama 12 tahun penjara. Â
Sebelumnya, Jibril dilaporkan keluarga korban 9 Juli 2019 lantaran menyebarkan foto-foto dan video-video pornografi. Konten pornografi itu merupakan hubungan badan Jibril bersama seorang perempuan. Korbannya, BCH (24), merupakan mantan kekasih tersangka. Jibril diduga menyebarkan video tersebut lantaran sakit hati rencananya menikahi BCH tidak disetujui keluarga korban.
Jika masa depan Jibril sudah jelas dengan jeratan ancaman hukuman tersebut di atas, lantas bagaimana dengan nasib BCH sebagai korban? Wanita berusia 24 tahun itu tentu tidak akan menyangka jika video paling privasi itu kemudian menjadi konsumsi umum, bahkan dilihat oleh kedua orang tua dan kerabat terdekatnya.
Entah sudah berapa banyak orang yang menjadi korban seperti BCH. Putus dengan pacarnya, berujung dengan video mesumnya tersebar. Hukuman yang akan diberikan pada pelaku penyebaran, tidak akan serta merta mampu menyembuhkan kondisi psikologis korban. Tentu ini juga menjadi pelajaran bersama bagi siapa saja agar tidak mudah bugil di depan kamera.
Yang pasti, BCH sebagai korban harus mendapatkan pendampingan secara psikologis. Trauma atas kejadian itu harus disembuhkan. Jika menggunakan metode hipnoterapi klinis, maka semua memori dan emosi atas kejadian antara BCH dengan Jibril bisa dihapus . Jika hal tersebut tidak dinetralisir, tentu akan berdampak pada masa depan BCH.
Di antara dampak itu misalnya menjadi takut berhubungan dengan laki-laki, bahkan bisa takut menjalani kehidupan rumah tangga. Selain itu, karena trauma dengan laki-laki, yang lebih parah boleh jadi orientasi seksnya kemudian bisa menyimpang. Naudzubillah minzalik. Jangan sampai itu terjadi.
Saya lantas teringat dengan salah satu klien saya, pernah nyaris bunuh diri karena melihat video porno suaminya sendiri dengan wanita lain. Tentu saja ada perasaan sangat jijik ketika mengingat kembali kejadian tersebut.Â
Pikirannya kacau, tidak karuan. Sama sekali tidak bisa beraktivitas seperti biasa. Wanita itu kemudian menjalani sesi terapi dengan dibimbing untuk menghapus trauma dan mengaburkan semua emosi atas kejadian tersebut. Hasilnya mengaku lega dan plong.
Maka saran saya, BCH pun harus menjalani sesi terapi agar memori dan emosinya bisa dinetralisir ketika mengingat semua kejadian di atas. Namun ada baiknya itu dilakukan setelah proses hukum tuntas. Sebab memori atas kejadian itu masih dibutuhkan oleh BCH untuk bersaksi di persidangan.