"Coba bayangkan pak. Setiap hari sudah sibuk kerja. Pas tidak ada pekerjaan, atau libur, lebih memilih kumpul sama komunitasnya. Lah istrinya ini dianggap apa coba?" keluh salah satu klien wanita ini menceritakan tentang pasangannya. Sebut saja namanya Ani.
Saya mendengarkan dengan seksama, sampai tuntas. Maklum, wanita harus menghabiskan setidaknya sampai 20 ribu kata setiap hari. Saya tidak tahu, ketika berbicara dengan saya, masih berapa banyak saldo kata-katanya. Satu-satunya cara, saya hanya bisa mendengarkan sampai habis.
Setelah tuntas menceritakan semuanya, saya malah meminta wanita ini menuliskan sesuatu. Apa itu? Saya minta wanita ini menuliskan minimal 5 kesalahannya terhadap suaminya.
"Loh, kan suami saya yang salah. Suami saya yang bikin saya begini. Kok malah saya disuruh menuliskan kesalahan?" Ani protes. Saya hanya tersenyum, tetap memintanya menuliskan minimal 5 kesalahnnya.
Dengan agak sebal, Ani segera memposisikan pulpen di atas secarik kertas. Sesekali menerawang, namun kemudian dengan lancar menuliskan daftar kesalahannya sendiri. Diminta menulis minimal 5, lah ternyata yang ditulis sampai 9.
"Sebenarnya masih banyak. Tapi cukup ini aja. Ini pun sudah banyak," katanya.
Saya minta Ani kembali mencermati kesalahannya. Dia pun berjanji memperbaiki semua kesalahannya itu. Beberapa hari kemudian Ani memberikan info. Hubungan dengan suaminya semakin baik. Dia pun mengakui, ternyata untuk mengubah pasangannya, harus dia sendiri yang berubah terlebih dahulu.
Tapi, apakah suami Ani tidak perlu berubah? Tentu akan lebih baik lagi jika pasangannya juga berubah. Maka, izinkan saya meneruskan tulisan ini agar bisa dibaca juga untuk para suami. Apalagi, saya juga sering mendapati kasus rumah tangga, sama halnya dengan yang dialami Ani.
Maka ada baiknya para suami tidak hanya mementingkan waktu untuk dirinya sendiri melalui hobi tertentu, tapi tetap meluangkan waktu lebih banyak untuk keluarga. Sebab istri yang selama ini beraktivitas di rumah juga perlu dukungan untuk 'membunuh' rasa jenuh atau bosan yang melanda.
Bagi yang sehari-hari sibuk bekerja dan lebih banyak waktu tergerus di luar rumah, ada baiknya melakukan hobi bersama keluarga. Tapi pastikan, pasangan juga menyukainya. Bukan ikut dalam kegiatan hobi tertentu karena terpaksa.
Jangan sampai karena sibuk bekerja, disusul dengan sibuk menyalurkan hobi, istri atau anak yang menjadi korbannya. Anak-anak menjadi kurang kasih sayang dan kurang mendapat perhatian berkualitas. Akibatnya lingkungan rumah menjadi kurang harmonis, suasana di rumah menjadi kurang aman dan nyaman. Padahal, kehangatan dalam kehidupan berumah tangga, mutlak diperlukan.