Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ini Penyebab Ratna Sarumpaet Ngibul

3 Oktober 2018   18:17 Diperbarui: 3 Oktober 2018   18:22 1408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah itu kelihatannya sangat nyata dan benar-benar detail. Sehari kemudian, berita ini dianulir karena kisah di atas hanya sekadar rekayasa dari bocah SD tersebut. Polisi memastikan penculikan tersebut tidak pernah ada. Bocah ini sengaja mengarang cerita karena takut dimarahi orang tuanya lantaran terlambat sampai ke sekolah.

Kebohongan besar lain juga pernah dilakukan mahasiswa doktoral Technische Universiteit (TU) Delft bernama Dwi Hartanto. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Kerajaan Belanda, dan berkedudukan di Den Haag, mencabut penghargaan yang pernah diberikan setelah Dwi mengakui banyak melakukan kebohongan mengenai jati diri, keahlian akademis, status pendidikan, dan masih banyak lagi kepada publik.

Nah, hal inilah yang membuat saya tertarik mendalami hal ini. Kenapa si anak SD sampai berani berbohong dan mengarang cerita penculikan? Untuk apa mahasiswa S3 yang studi di Belanda itu merekayasa penghargaan? Untuk apa pula Ratna Sarumpaet menciptakan kegaduhan?   

Dari temuan di ruang praktik hipnoterapi klinis yang saya lakukan, ada banyak alasan seseorang melakukan kebohongan. Misalnya, sejak kecil hidup di tengah orang tua yang keras dan banyak tuntutan. Akibatnya, tidak pernah diberi kesempatan memberikan penjelasan kepada orang tuanya ketika melakukan kesalahan. 

Ketimbang mengaku salah kemudian kena hukuman, bukankah lebih baik berbohong? Penyebab lain adalah, di masa lalu si pelaku bohong pernah menerima hukuman terlalu berat dibandingkan dengan kesalahan yang sudah dilakukan.

Saat masa kanak-kanak, wajar jika pernah melakukan kesalahan. Sebagai orang tua, perlu memberikan pemahaman pada atas kesalahan yang sudah dilakukan. Setiap kali anak melakukan kesalahan, jangan buru-buru memberikan hukuman. 

Berikan hak jawab pada anak, apa alasannya sampai melakukan hal tersebut. Hukuman adalah jalan paling akhir, bahkan tidak diperlukan, jika si anak sudah diberikan pengertian dan pemahaman. Jika hal ini sudah dibiasakan, anak pun tidak akan sampai berbohong. Kenapa? Karena ketika dia jujur, orang tuanya pun memahami dan tidak langsung memberikan hukuman.

Sekali lagi, ini hanya sebatas analisa saya dan berdasarkan pengalaman di ruang praktik. Terkait Ratna Sarumpaet dalam kisah di atas yang merekayasa sebuah kasus pemukulan, tentu hanya dia yang tahu alasannya. Namun setidaknya, ada hikmah dan pelajaran yang bisa diambil dari kejadian tersebut. Bagaimana menurut Anda? (*)

Hipnoterapis Klinis, tinggal di Tanjung Redeb -- Berau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun