Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Lupakan Jasa Besar, Teruslah Berkarya

2 Oktober 2018   22:34 Diperbarui: 2 Oktober 2018   22:42 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: tribunnews.com

Pras hanya bisa diam. Dia harus menerima keputusan dilepas dari jabatan direktur pada perusahaan yang dia bidani. Dialah yang terlibat langsung dari sejak kehamilan, persalinan, hingga ikut membesarkannya.

Perusahaan ini memang sempat diasuh orang lain. Masalahnya, pengasuh lain inilah yang berpotensi membuat perusahaan bisa kena penyakit. Tak tanggung-tanggung, jika lambat dideteksi, perusahaan bisa kena serangan jantung, plus stroke dan kanker. Pokoknya kompleks. Maka, pengasuh harus segera dicopot dari jabatannya. Pras juga kena imbas dari keputusan itu. Tentu saja keputusan itu seolah bencana, walau tidak ada apa-apanya dibanding tsunami di Aceh dan yang baru terjadi di Palu.

Apa yang dialami Pras, bisa dialami siapa saja. Kejadian di atas tentu hanyalah ilustrasi. Seseorang yang punya jasa besar terhadap sebuah perusahaan, organisasi, institusi atau lembaga, apa pun itu, tak boleh merasa posisinya selalu aman. Sebab merasa aman dengan kebesaran jasa itulah yang sangat berpotensi menjadi bumerang. Bangga atas keberhasilan dan jasa di masa lalu, justru hanya akan meninabobokan potensi yang sebenarnya masih bisa digali.    

Pikiran bawah sadar akan membuat program, tak perlu lagi berpikir lebih maju, sebab yang ada saat ini sudah cukup dan membuat semuanya baik-baik saja. Padahal, kondisi itu justru sangat membahayakan. Ibarat tubuh yang enggan bergerak, maka potensi penyakit bisa datang kapan saja.

Lalu apa yang harus dilakukan Pras? Tentu ada dua pilihan. Terus meratapi kondisi tersebut, hingga semakin terpuruk. Atau justru menjadikan momen tersebut untuk bangkit alias dijadikan titik balik.

Bijak mengatakan, ketika satu pintu tertutup, maka akan terbuka pintu-pintu lainnya. Persoalannya, umumnya pikiran bawah sadar justru diam terpaku, menyesali kenapa pintu itu tertutup. Akibatnya yang timbul hanya penyesalan, dan menyalahkan diri sendiri berlebihan. Paling parahnya bisa sampai bunuh diri karena merasa tak ada lagi harapan.

Andai saja tidak terpaku pada pintu yang tertutup, maka saat itulah kita bisa melihat pintu lain yang sedang terbuka. Apalagi, sebagian besar pintu itu harus dibuka sendiri.

Hal tersebut sama halnya dengan seseorang yang telah melakukan kesalahan hingga menyebabkan seluruh listrik di rumah padam. Apakah kita harus terus-menerus menyesali kegelapan yang sudah terjadi? Apakah penyesalan dan rasa keterpurukan itu bisa menghilangkan kegelapan? Maka, lumrah yang dilakukan adalah segera mencari penerangan pengganti, apa pun itu. Bisa korek api, lilin, atau lampu emergency.

Maka, bagi yang sedang mengalami seperti Pras, saatnya segera bangkit. Lihatlah, ada banyak pintu yang sedang menanti untuk dibuka, bahkan ada yang sudah terbuka. Jangan pula mengutuk kegelapan, karena selalu ada lentera cadangan yang bisa menjadi penerang. Demikianlah kenyataannya. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun