Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) sebagai mitra BNPT sudah terbentuk di seluruh provinsi di Indonesia. Namun, bagaimana peranannya di masyarakat? Akhir Februari 2018 tadi, di Hotel Mercure Ancol Jakarta, digelar rapat kerja dihadiri pengurus 32 FKPT dari seluruh Indonesia. Dalam rapat tersebut terungkap, dukungan dari pemerintah daerah terhadap keberadaan FKPT belum maksimal, terbukti masih ada pemerintah provinsi di Indonesia yang tidak pernah memberikan bantuan dana kepada FKPT di daerahnya sendiri. Apalagi BNPT termasuk FKPT juga tidak mau menerima bantuan dana dari asing atau luar negeri. Â
Berangkat dari kenyataan tersebut di atas, pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota, perlu memberikan dukungan kepada kegiatan FKPT baik dalam bentuk dana hibah maupun kegiatan, guna mendorong partisipasi masyarakat dalam memerangi aksi terorisme dan radikalisme. Ini penting agar fungsi dan peranan FKPT bisa semakin maksimal.
Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius di kelas PPRA LVII Lemhannas RI menyampaikan, ketika ada kejadian terorisme di Indonesia, sejatinya itu terjadi di wilayah milik pemerintah daerah. Sehingga diperlukan dukungan maksimal. Apalagi FKPT bersentuhan langsung dengan masyarakat. Menurutnya, FKPT bergerak dengan dijiwai semangat keikhlasan dalam berjuang untuk menyebar pesan damai di tengah-tengah masyarakat.
Sebagai contoh, di Provinsi Kalimantan Timur saat ini ada delapan mantan narapidana kasus terorisme, kini kembali berbaur dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Agar bisa kembali hidup mandiri dan memberikan manfaat untuk masyarakat, para mantan narapidana itu, difasilitasi FKPT Kaltim, kini sedang dirintis pendirian pondok pesantren di salah satu kawasan di Samarinda.
Namun, Hasyim Miradje, ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kaltim, (13/2) di Samarinda mengakui, belum ada dukungan nyata dari pemerintah daerah untuk mewujudkan impian itu. Tanah sudah ada yang memberikan dukungan, tinggal proses pembangunan yang memerlukan dukungan dana. Selain sedang merintis pendirian pondok pesantren, mereka juga dibina dalam pendirian koperasi serba usaha, sehingga bisa menjadi bekal hidup sehari-hari. Sebab, para mantan narapidana ini tentu tidak mudah mendapatkan pekerjaan di masyarakat. Karena itu, mereka diarahkan untuk berwirausaha agar bisa lebih mandiri dan bermanfaat lebih maksimal.
b.Penambahan Unsur FKPT.
FKPT sengaja dibentuk dengan tujuan terjalinnya sinergi dalam upaya pencegahan terorisme di daerah, melibatkan seluruh unsur masyarakat dan pemerintah daerah. Namun saat ini, unsur kepengurusan FKPT baru melibatkan lima bidang. Masing-masing Bidang Agama, Pendidikan, dan Dakwah; Bidang Pengkajian dan Penelitian; Bidang Ekonomi, Sosial, Budaya, dan hukum; Bidang  Pemberdayaan Pemuda dan Perempuan; dan Bidang Pemberdayaan Media Massa, Humas dan Sosialisasi. Â
Dari data di atas, boleh jadi tujuannya adalah agar kepengurusan FKPT menjadi ramping dan kaya fungsi. Namun, melihat ancaman terorisme dan radikalisme yang sangat nyata, perlu adanya tambahan bidang yang juga patut dilibatkan yakni bidang informasi dan teknologi. Sebab, bahaya aksi terorisme dan radikalisme juga masif menyebar melalui media maya.
Indonesia adalah negara nomor dua di Asia yang paling rawan terkena serangan malware, setelah Pakistan. Sementara negara lain yang juga sangat rawan adalah Bangladesh, Nepal, Vietnam dan Filipina. Munawar Ahmad ZA, pakar IT dari Institut Teknologi Bandung (ITB), ketika berbicara di depan peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 57 Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI, Selasa (10/4) menyampaikan, malware ini adalah piranti lunak jahat yang bisa merusak perangkat serta mampu mencuri data penggunanya. Cara kerjanya seperti virus di komputer yang sengaja ditanamkan. Dengan fakta tersebut, ancaman yang akan dihadapi Indonesia tidak semata-mata ancaman perang secara nyata. Namun yang patut diwaspadai adalah perang siber atau perang di dunia maya, yang bisa mengancam negara ini kapan saja.
Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius di tempat yang sama juga menyampaikan, kecanggihan teknologi juga menjadi ancaman karena aksi terorisme dan radikalisme juga disebarkan melalui media internet.