Setelah dua bulan berhubungan jarak jauh, tersiar kabar bahwa pacarnya selingkuh. Bukti kuat yang ia dapatkan, membuat pacarnya tak bisa lagi mengelak dan mengakui semua perbuatannya. Dengan perasaan hancur dan sakit hati yang mendalam, dia pun memutuskan pria tersebut. Meski mengaku masih sayang, namun rasa sakit yang dirasakan terlanjur pedih dan perih.
Untuk mengatasi trauma atas peristiwa tersebut, klien kemudian dibimbing dengan teknik tertentu agar emosinya lebih netral dan stabil. Setelah trauma atas peristiwa tersebut dicabut, klien pun dibimbing untuk menjalani pemaknaan ulang atas kejadian itu. Tak cukup dengan itu, klien pun dengan lapang hati bersedia mengambil hikmah atas kejadian tersebut.
Proses terapi tuntas, Irma dibawa naik dari kedalaman pikiran bawah sadar. Dia mengaku nyaman dan plong. Segera dia menyalakan handphone, dan membuka obrolan di grup keluarga. Dia merasa sangat tenang dan nyaman. “Biasanya, kalau saya baca obrolan dari mertua dan kakak ipar di grup, langsung tidak nyaman. Kok sekarang biasa saja ya,” katanya.
Lebih dari itu, saya pun menantang Irma untuk menghubungi mertuanya melalui telepon. Tantangan itu ia terima. Segera ia telepon mertuanya, dan dia ngobrol dengan tenang dan lepas. Saya hanya menyimak saja, sembari sibuk membereskan buku terapi yang sebelumnya saya pergunakan.
“Ya nih pak. Sudah sangat nyaman banget. Syukurlah, saya ngga jadi bunuh diri,” ujarnya sembari tertawa lepas. Ia pun mohon pamit, karena ingin mampir ke pusat perbelanjaan.
“Mertua nitip oleh-oleh. Mumpung di Samarinda, ya belanja dulu. Maklum, di sana ngga ada mal,” pungkasnya. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H