Seorang bapak, datang ke rumah dengan wajah pucat pasi. Dia merasa putus asa karena kelakuan buah hatinya. Si anak yang baru duduk di bangku kelas 2 SMP, sudah tiga kali dikeluarkan dari sekolah. Kenapa sampai seperti itu? Ya, bocah yang baru duduk di kelas 2 SMP ini beberapa kali dikeluarkan dari sekolah karena perilakunya yang dianggap menyimpang, suka meremas “maaf” buah dada teman sekolahnya yang perempuan. Jelas saja kondisi ini sangat meresahkan.
Setiap sekolah, tentu tidak langsung mengeluarkan si anak. Masing-masing diawali dengan hukuman, dari yang ringan sampai berat. Namun, ulah si bocah seolah menjadi candu tersendiri.
Seperti biasa, untuk kasus anak-anak, saya tidak langsung fokus pada anaknya. Si bapak yang saya minta datang bersama istrinya ini, saya telusuri dulu pola asuhnya. Diketahui, keluarga ini memang kurang aman dan nyaman bagi si anak. Kedua orang tuanya sering berantem, dan si anak pun lebih suka menyendiri.
Si bapak bekerja sebagai kuli serabutan, sementara ibunya bekerja sebagai buruh cuci dari rumah ke rumah, di sekitar tempat tinggalnya.
Beberapa saran dan solusi pun saya berikan, agar ada perubahan bagi pasangan ini. Keduanya menyanggupi, dan berjanji akan berubah demi si anak. Setelah itu, keduanya pun saya minta menunggu di luar ruang terapi.
Tiba saatnya saya melakukan bimbingan terapi untuk si anak. Dengan teknik khusus yang memang disiapkan khusus untuk klien anak-anak, saya berhasil berkomunikasi dengan pikiran bawah sadar bocah ini.
Hasrat untuk menyentuh dada perempuan pertama kali muncul ketika secara tidak sengaja, dia mengintip adegan intim tetangga sebelah rumahnya. Sahabat, keluarga ini memang tinggal di sebuah rumah sewa berbahan kayu, yang saling berdempetan antara yang satu dengan yang lain.
Pagi itu, bapak dan ibunya sudah keluar rumah. Bocah yang ketika itu baru duduk di kelas 1 SMP ini, sendirian di rumah karena sekolahnya libur. Dia mengaku mendengar suara aneh dari dinding sebelah rumahnya. Iseng, dia mencoba mencari celah untuk melihat apa yang terjadi. Saat itulah, untuk pertama kalinya dia melihat adegan yang belum sepatutnya dia saksikan. Sejak itu, dia merasakan suatu dorongan yang aneh dari dalam tubuhnya, setiap kali melihat perempuan se-usianya, yang dadanya sudah mulai menonjol.
Si anak ini pun saya bimbing untuk melakukan restrukturisasi dengan menggunakan teknologi pikiran. Perasaannya dibuat netral, ketika melihat hal yang sama. Tak lupa, saya tetap tanamkan program bahwa hasrat ini pun tetap akan muncul kembali secara alamiah, ketika dia dewasa.
Proses terapi tuntas, si anak pun merasa lega dan plong. Dia mengaku perasaannya sudah jauh lebih nyaman. Tak lupa, saya bekali beberapa teknik untuk bapak dan ibunya, jika sewaktu-waktu diperlukan untuk mengatasi kejadian lain.
Sahabat, kasus ini sudah mendapat izin dari si bapak untuk saya publikasikan, tanpa menyebut identitasnya. Tujuannya sebagai pembelajaran bersama, agar kejadian ini tidak menimpa yang lainnya.