Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Uang Penglaris, Penarik Rezeki Utama?

12 September 2016   17:25 Diperbarui: 13 September 2016   16:01 1307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah Anda bertemu pedagang yang mengibaskan lembaran uangnya ke barang dagangannya, saat pertama kali sang pedagang mendapatkan pembeli? Saya juga pernah. Bahkan beberapa kali saya sengaja datang ke pusat perbelanjaan pagi-pagi sekali, saat pertama kali si pedagang membuka lapak dagangannya? Untuk apa? Apalagi kalau bukan berharap mendapatkan harga terbaik, harga penglaris yang sudah barang tentu lebih murah ketimbang membeli di siang hari.

Apakah pedagang menjual barangnya dengan harga rugi? Tentu tidak. Kalau pun tidak untung, minimal dia tidak rugi, yakni sengaja menjual barangnya dengan harga modal. Kalau pun tetap mengambil untung, dia sengaja mengambil selisih sangat sedikit dibanding dalam kondisi normal.

Ya, transaksi pagi hari untuk mendapatkan harga penglaris, sejatinya sama-sama mengawali hari dengan energi positif. Sang pembeli, sengaja datang lebih pagi dengan harapan mendapatkan harga murah. Sejak awal dia pergi ke membeli barang dengan niat mendapat harga terbaik. Ini adalah energi positif, sekaligus menegaskan bahwa bangun lebih pagi akan mendapat rezeki lebih baik pula. Bahkan, ketika pergi ke pasar subuh, terbukti harganya memang jauh lebih murah ketimbang ketika membeli sudah lewat waktu subuh.

Sebaliknya, sang pedagang juga sengaja memberikan harga penglaris, dengan harapan bisa menarik rezeki lebih dahsyat. Pedagang berharap lebih banyak pembeli yang mampir ke lapak dagangannya. Nah, harapan ini secara tidak langsung sudah memancarkan energi positif dan membuat sang pedagang merasa sangat feel good. Jelas si pedagang merasa sangat nyaman, sebab ketika toko bahkan belum sempurna dibuka, sudah ada pembeli yang serius. Itu sebabnya, pedagang biasanya tidak akan melepas sang pembeli sampai akad jual beli benar-benar dilakukan. Jika gagal, maka otomatis akan berpengaruh pada perasaan tidak nyaman, dan hasilnya seharian akan merasa negatif dan semakin kurang juga hasilnya.

Tapi, jika pembeli menawarnya juga main-main, menawar dengan harga tidak masuk akal, biasanya penjual segera melepas dan berharap si penjual segera pergi. Kenapa? Jangan sampai kejadian itu membuat dirinya tidak nyaman dan mood untuk berdagang menjadi terganggu.

Lalu, kenapa pedagang mengibaskan uangnya ke barang dagangannya ketika barangnya laku untuk pertama kali? Ini sebenarnya bukan mitos atau sesuatu yang berkaitan dengan hal gaib. Sejatinya, inilah upaya untuk menarik impian dan harapan. Namun, supaya lebih diterima oleh semua bagian diri, maka terjadilah gerakan mengibaskan atau sedikit memukulkan lembaran rupiah pada dagangannya. Dengan gerakan itu, seolah memberikan informasi ke pikiran bawah sadar, bahwa rezeki mudah datang dan akan terus mengalir sehari penuh. Gerakan itu dilakukan agar semua bagian diri, baik pikiran sadar maupun pikiran bawah sadar, benar-benar memancarkan gelombang positif sehingga akan semakin menguatkan tarikan rezeki sesuai yang diharapkan.

Untuk itu, bagi yang berprofesi sebagai pedagang, jagalah perasaan agar selalu nyaman. Mulailah aktivitas pagi hari saat membuka lapak dengan perasaan gembira dan bahagia. Bayangkan dan rasakan pagi itu Sang Maha Pemurah akan menggelontorkan rezeki dengan mudah dan berlimpah. Hindari membuka lapak yang diawali dengan keluhan atau perasaan tidak nyaman. Buang semua perasaan tidak nyaman itu, karena sejatinya rezeki hanya akan datang dan bertahan lama pada mereka yang benar-benar menginginkan keberadaannya.

Bagaimana menurut Anda? (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun