Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Samarinda Punya Walikota Ngga?

7 Juli 2016   12:05 Diperbarui: 7 Juli 2016   12:46 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tumpukan sampah hingga memenuhi badan jalan di depan Pasar Kedondong Samarinda. Sumber: Prokal.co

Usai salat Idulfitri di Stadion Madya Sempaja Samarinda, saya lihat kepedulian jamaah yang sangat luar biasa. Usai salat, lapangan itu langsung bersih, tak ada satu pun bekas koran tersisa. Warga dengan kesadaran penuh menumpuk di beberapa titik sehingga panitia lebih mudah membersihkannya.

Namun, kondisi ini berbeda dengan di luar sana. Sepanjang perjalanan pulang, ternyata koran bekas salat berceceran di mana-mana. Di Jalan Pelita, di Jalan Gerilya, dan di beberapa jalan yang saya lalui sampah berserakan. Saya sengaja mengambil rute berbeda untuk pulang. Sebab, salah satu yang dianjurkan saat salat Ied adalah, berangkat dan pulang dengan rute berbeda.

Sepanjang perjalanan, ketika melihat tumpukan sampah itu, anak saya pun banyak melontarkan pertanyaan. “Kenapa ya pak kok sampahnya banyak banget?” tanya anak pertama yang masih kelas 2 MTs. Yang agak mengejutkan, muncul pertanyaan dari anak kedua, masih duduk di kelas 5 SD. “Sampah ini urusan siapa pak?” tanya dia. Saya pun menjelaskan bahwa ada petugas yang mengaturnya.

“Kalau ada petugas yang ngatur, terus kenapa petugasnya ngga kerja?” pertanyaan itu kembali dilontarkan. Duh, saya jadi merasa bakat wartawan sudah mulai menurun ke anak saya. Buktinya sudah mampu membuat pertanyaan yang interogatif.

Saya pun menjelaskan, bahwa petugas kebersihan sedang mogok kerja karena upah lemburnya tidak dibayar. Itu sesuai dengan penjelasan yang diberikan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Samarinda Dadang Airlangga.

“Kota ini ada yang mengatur kan pak? Pasti urusan begini juga diatur sama yang ngurusin kota. Namanya wali kota kan?” ujarnya lagi. Saya pun mengangguk sembari terus fokus ke jalan, sesekali bola mata saya mengarah ke sisi kiri dan kanan jalan di beberapa titik yang sampahnya juga menggunung.

“Terus, Samarinda punya wali kota ngga pak?” tanyanya lagi. Jelas, pertanyaan polos dari bocah kelas 5 SD ini sulit saya jawab. Mau dibilang ngga punya, nyatanya wali kota itu ada. Mau dibilang ada, nyatanya urusan sampah begini pun tak bisa diselesaikan.

“Samarinda ini ada wali kotanya. Mungkin masih sibuk lebaran,” saya mencoba memberikan penjelasan. Saya pun langsung mengarahkan pembicaraan ke topik lain. Sebab jangan sampai diskusi dalam perjalanan pulang ke rumah itu berubah menjadi seperti acara Indonesia Lawyer Club di tvOne.

Namun, malam harinya, usai seharian silaturahmi berlebaran, saya kembali membuka grup Facebook Bubuhan Samarinda. Banyak postingan foto tumpukan sampah di mana-mana. Saya lantas ingat kembali pertanyaan anak saya. Apakah Samarinda ini punya wali kota? Atau jangan-jangan wali kota memang sedang cuti sehingga tidak mau mengurusi hal seperti ini? Sebegitu parahkah keuangan Samarinda sehingga urusan yang paling mendasar seperti sampah pun tak bisa diatasi?

Mumpung masih momen Lebaran, saya tetap yakin dan percaya Wali Kota masih ada dan masih mau mengurusinya. Mungkin cuma kebetulan saja penanganan terlambat. Atau jangan-jangan, ini cara Wali Kota untuk mengingatkan warganya, agar lebih peduli tentang sampah. Sebab, orang akan peduli kebersihan jika kondisinya sudah sangat semerawut. Tapi, bisa juga sebaliknya. Karena kondisi seperti sekarang ini, malah menyebabkan orang makin cuek dengan kebersihan, karena kebal dengan banyaknya sampah di mana-mana.

Bagaimana menurut Anda? (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun