Di setiap momen Lebaran, salah satu pertanyaan yang membuat para jomblo ngenes adalah pertanyaan, “kapan kawin?” atau “kapan nikah?” Pertanyaan lain adalah “mana calonnya?” dan berbagai pertanyaan sejenis.
Jujur, dulu saya juga kerap melakukan hal itu, bertanya kepada rekan atau sahabat yang masih hidup sendiri, belum berpasangan. Namun, seiring waktu, belajar dari ruang praktik terapi, nyatanya pertanyaan seperti ini bisa memunculkan trauma mendalam bagi yang menerimanya. Alih-alih bisa memberikan motivasi atau semangat, pertanyaan seperti ini justru membuat energi seseorang semakin lemah dan terpuruk.
Saya menemukan fakta beberapa klien yang menyimpan trauma akibat pertanyaan di atas. Akibatnya, kondisi itu sangat berpengaruh pada keseharian klien, dan yang lebih parah bisa menimbulkan psikosomatis. Yakni, sakit pada fisik akibat dari trauma tersebut. Psikosomatis yang dirasakan misalnya sakit kepala sebelah, punggung kaku, leher belakang kaku, menstruasi tidak lancar, sembelit dan beberapa sakit fisik lainnya.
Kalau pun ingin memberikan semangat, tak perlu melontarkan pertanyaan yang jelas-jelas sulit dicari jawabannya. Cukup berikan doa agar sahabat atau kerabat yang masih sendiri itu, segera diberikan jodoh yang tepat dari Yang Maha Kuasa. Bukankah urusan jodoh merupakan hak veto dari Sang Maha Hidup? Sehebat apa pun berikhtiar, disetujui atau tidak proposal jodoh yang sudah diajukan, tetap memerlukan persetujuan dari Sang Pencipta.
Lalu, kenapa tidak diperkenankan mem-bully para jomblo dengan pertanyaan-pertanyaan terkait kesendiriannya? Begini, ketika di-bully, yang dirasakan para jomblo itu adalah perasaan malu. Nah, berdasarkan peta kesadaran (map of consciousness) yang diteliti David R. Hawkins M.D., Ph.D., di dalam buku Power vs Force, rasa malu ini memiliki energi paling rendah yakni 10 pangkat 20. Kontan saja, pertanyaan ini akan membuat rekan atau sahabat yang jomblo ini langsung drop dan malas-malasan. Kenapa? Energinya langsung lemah tak berdaya.
Jika respons yang diberikan si jomblo adalah rasa bersalah, energinya hanya 10 pangkat 30. Lain lagi jika response yang diberikan adalah apatis atau putus asa, juga rendah yakni 10 pangkat 50. Bagaimana jika response yang diberikan adalah berupa kesedihan yang mendalam? Energi yang dimiliki pada jomblo yang mengalami kesedihan mendalam hanya 10 pangkat 75.
Terus kenapa harus didoakan? Doa, tentu akan memberikan sikap optimisme. Energi dari sikap optimisme ini tentu cukup tinggi yakni 10 pangkat 310. Apalagi jika doa itu memunculkan ketulusan mendalam bagi si jomblo, energinya lebih tinggi lagi yakni 10 pangkat 500. Akan lebih baik jika persoalan jomblo ini tidak dibahas, sehingga rasa suka cita saat Lebaran tidak ternodai dengan hal – hal yang tidak nyaman seperti ini. Perasaan suka cita dan bahagia ini akan mempertahankan energi si jomblo berada di posisi 10 pangkat 600.
Sekarang sudah jelas bukan? Hindari membuat energi si jomblo drop. Mari berikan cinta dan kasih sayang kepadanya, agar energinya melonjak drastis. Bukan tidak mungkin, ketika energinya sedang meluap-luap dan maksimal itulah, justru lebih mudah menarik pasangannya. Kenapa? Karena energi itu akan membuat aura positifnya semakin terpancar, dan dengan mudah akan menarik minat lawan jenis untuk saling taaruf alias mengenal lebih dekat.
Bagaimana menurut Anda? (*)
simak artikel lain di www.endrosefendi.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H