Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak dan Lingkaran Setan Sinetron

22 Januari 2016   15:27 Diperbarui: 22 Januari 2016   15:27 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Parahnya, wabah sinetron ini bahkan sudah terang-terangan merangsek ke dunia formal pendidikan. Bukankah sudah banyak beredar bukti, soal ujian atau ulangan, justru diambil dari sinetron yang sedang tayang. Ini benar-benar sudah keblinger. Kok ya bisa-bisanya soal pelajaran diambil dari sinetron. Ini sama saja memaksa anak sekolah harus mengikuti sinetron yang sedang tayang. Jaga-jaga kalau nanti ada soal sinetron yang keluar di ujian semester.

Revolusi mental, sudah sepatutnya bukan hanya ditulis besar-besar di spanduk atau di ruang-ruang seminar. Revolusi mental yang paling tepat adalah, mulai dari diri sendiri, dan mulai dari sekarang.

Jangan lelah dan jangan pernah berhenti memberikan edukasi pada anak, tentang tayangan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Selain diberikan arahan, juga berikan keteladanan dengan tidak menonton tayangan yang merusak pikiran bawah sadar.

Beruntung, kini tiga buah hati saya sama sekali tidak pernah menyentuh sinetron. Kenapa, karena bapak dan ibunya juga tidak pernah mengajarkannya. Kalau pun menonton televisi, 99 persen adalah film kartun. Ini pun tetap dengan pendampingan.

Jika sedang malas menonton televisi, yang ditonton adalah you tube, berkaitan dengan berbagai kreativitas anak. Dari mulai origami, membuat play dooh, atau membuka resep kue.

Agar anak tidak merasa perlu menonton tayangan tidak bermutu, pastikan anak selalu nyaman bersama kedua orang tuanya. Teori Lima Bahasa Cinta  yang pernah saya tulis sebelumnya, bisa menjadi solusi yang tepat, sehingga anak tidak merasa perlu mengisi baterainya sendiri dengan televisi. Jika anak sudah merasa tangki cintanya penuh oleh orang tuanya, maka tidak diperlukan lagi yang lain. 

Saya sendiri, entah sudah berapa lama ‘pisah ranjang’ dengan televisi. Kini saya lebih banyak mendapatkan informasi dari media sosial dan internet. Proses penyaringan pun bisa lebih mudah. Suka tinggal klik, kalau tidak suka ya tinggalkan saja. Gitu aja kok repot. (*)

#HipnoterapiKlinis #Hipnoterapis #Hipnoterapi #Transformasi #LetsLearn #AWGI #AHKI #SeriSuksesTerapi #SayaAWGI #MindTechnology #TeknologiPikiran #HidupYangLebihBaik #Sehat #Bahagia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun