Orang itu tergeletak di tengah lapangan. Seseorang mendekati si pemain yang tergeletak tersebut. Entah di sengaja atau tidak, kaki si orang tergeletak itu melayang ke pemain yang mendekatinya. Si pemain yang medekatinya itu melancarkan ekspresi kesakitan akibat ulah kaki tersebut. Wasit pun mencabut kartu merah bagi si pemain yang kakinya " melayang " tersebut.
Negaranya tersingkir, dan sudah pasti, dialah yang menjadi kambing hitam. Namanya dihujat sebagai biang kegagalan. Agaknya publik negerinya menutup mata, dan tidak menghujat para pemain yang gagal penalti. Jadilah dia seorang sampah masyarakat. Dia adalah David Beckham, Prancis, 1998.
Cerita yang satu ini lain lagi. Wanita yang biasanya tertawa dan mengeluarkan komentar pedas, hanya bisa menangis tersedu sedan di samping suami dan pengacaranya, setelah melakukan sebuah " pengakuan " terkait kasus video orang yang mirip dengan dia. Yang katanya meresahkan masyarakat, walaupun saya sedikit ambigu dengan apa yang dimaksud meresahkan itu, karena toh banyak juga orang yang menontonnya.
Well, sekiranya itu adalah cerita tentang beberapa orang yang dianggap sebagai " sampah masyarakat ". Sebagai mana tipikal sampah pada umumnya, yang kotor, tidak menyehatkan, mengganggu, merusak, dikelilingi lalat, segala hal - hal yang buruk lainnya. Hukumannya bagi " sampah " tersebut adalah, karena mereka manusia, adalah diasingkan, dihujat, dihina, bahkan sampai - sampai ada yang diancam pidana.
Wah, kasihan sekali para sampah tersebut. Namun pertanyaannya, apakah sang pembuang atau penghukum sampah itu sama baiknya? Becks, sial sekali nasibmu waktu itu. Hooligan menyalahkanmu, dan itu membuat media - media menutup mata tentang kerusuhan yang melibatkan mereka. Kerusuhan yang bikin malu negara, bahkan mungkin lebih parah daripada kesalahan yang kau buat. Dan CT, saya tidak mengerti apa arti tangisanmu tersebut, namun kejujuranmu sangat patut dihargai. Jarang, orang yang melakukan perbuatan sampah, dan masyarakat pun mengetahui perbuatannya, terang - terangan mengaku kepada publik, bahwa dia adalah sang pelaku perbuatan yang kata orang " sampah " tersebut.
Namun, kita lihat David Beckham sekarang. Sang sampah kini telah berdaur ulang menjadi seorang legenda, idola, kapten. Kehadirannya tetap dibutuhkan oleh rekan - rekannya, walaupun hanya di pinggir lapangan. Dia adalah pemimpin tanpa jabatan. Dia berdaur ulang menjadi lebih baik, dan matang. Masyarakat negerinya hanya akan mengenang kejadian dia sebagai masyarakat sebagai kisah lalu. Lembaran telah berganti, begitu juga watak tokoh -0 tokoh lembaran tersebut.
Oke, ini mungkin bukan hanya untuk CT, tapi juga untuk kita semua. Setiap perbuatan selalu membutuhkan pertanggung jawaban. Pertanggung jawaban yang baik adalah, mengakuinya dengan kata - kata apa yang diperbuat, dan melakukan sebuah tindakan disposable, atau daur ulang. Ulat yang buruk rupa bisa menjadi kepupu.
Masalahnya, apakah masyarakat bisa menerima perubahan dari ulat menjadi kepupu tersebut. Stereotype untuk seseorang, nagi masyarakat negeri ini, seperti sudah merasuki pikiran dalam memperlakukan orang. Padahal, berlaku adil adalah berlaku adil sejak dalam pikiran, bahwa kita harus menganggap semua orang sama, seperti yang dikatakan oleh seorang tokoh dalam roman Bumi Manusia.
Tidak ada yang sempurna. Namun, semua orang bisa menjelma dari ulat menjadi kupu - kupu, dari sampah yang tidak berguna, menjadi orang yang berguna, menjadi sesuatu yang baru, dan inspiratif.
Saya sendiri, masihlah seorang sampah masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H