Mohon tunggu...
Endriyani Lestari
Endriyani Lestari Mohon Tunggu... Editor - editorial team and researcher

the wisdom of life, one day you will be thankful for it

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Reliabilitas Badan Bank Tanah: Konkretisasi Kelembagaan dan Kebijakan Reforma Agraria Dalam Mewujudkan Ekonomi Berkeadilan

14 Januari 2025   16:14 Diperbarui: 14 Januari 2025   16:14 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi KMHN 2024, tangkapan layar dari instagram @badanbanktanah.official

Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945 menyematkan beberapa tujuan besar diantaranya: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial yang berdasar pada nilai Pancasila. Sejalan dengan hal tersebut Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa, ““Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Dalam praktiknya, tanah merupakan sesuatu yang berharga dari beberapa aspek, seperti aspek ekonomi, aspek sosial, aspek politik, serta aspek hukum mengenai hak peguasaan tanah tersebut. Pemerintah memiliki kewenangan dalam mengatur dinamika pertanahan, terkhusus dalam lalu lintas hukum dan pemanfaatan tanah yang dituangkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 2 ayat (2) terkait wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tanah, termasuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan tanah serta menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan tindakan-tindakan hukum yang menyangkut tanah.

Sejalan dengan adanya kewenangan negara (pemerintah), Bank Tanah merupakan representasi bentuk kewenangan pemerintah pusat dalam menyelenggarakan fungsi perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah, yang mana kekayaan badan bank tanah merupakan kekayaan negara yang dipisahkan (Bagian Keempat Pertanahan Paragraf 1 Bank Tanah Pasal 125 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Perwujudan Badan Bank Tanah merupakan badan khusus yang mengelola tanah sebagaimana Pasal 125 ayat (2).

Eksistensi bank tanah dilatarbelakangi oleh kerisauan karena masih terdapat sebagian besar tanah terlantar yang tidak jelas peruntukannya, sehingga berakhir pada penggunaan tanah sebagai objek spekulasi. Oleh sebab itu, pemerintah menilai bahwa bank tanah hadir sebagai salah satu langkah strategis dalam mewujudkan reforma agraria, optimalisasi tata kelola pertanahan di Indonesia, dan upaya untuk membuka peluang lapangan kerja untuk melaksanakan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Salah satu HPL (Hak Pengelolaan) yang dikuasai oleh Bank Tanah di Indonesia adalah penyediaan lahan seluas 6.648 Ha dengan potensi pengembangan perkebunan, tanaman hortikultura, peternakan, dan tanaman pangan di  Poso, Sulawesi Tengah. Selain itu pula, Badan Bank Tanah juga menyediakan lahan seluas 1.550 Ha untuk kegiatan reforma agraria. Dengan kata lain, Bank Tanah sebagai badan hukum Indonesia diberi kewenangan khusus untuk menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan, untuk: a. Kepentingan umum; b. Kepentingan sosial; c. Kepentingan pembangunan nasional; d. Pemerataan ekonomi; e. Konsolidasi lahan; dan e. Reforma agraria.

Pemandangan salah satu desa yang lokasinya berdekatan dengan HPL Badan Bank Tanah di Kabupaten Poso. (Diperoleh dari website Badan Bank Tanah) 
Pemandangan salah satu desa yang lokasinya berdekatan dengan HPL Badan Bank Tanah di Kabupaten Poso. (Diperoleh dari website Badan Bank Tanah) 

Hak Pengelolaan Bank Tanah dalam dimensi reforma agraria merupakan salah satu upaya pemerintah dalam melakukan pemerataan pembangunan serta mewujudkan ekonomi berkeadilan melalui pengendalian tanah. Pengendalian Tanah oleh Bank Tanah dalam Pasal 13 PP No. 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah, terdiri atas kegiatan: a. pengendalian penguasaan tanah; b. pengendalian pemanfaatan tanah; dan c. pengendalian nilai tambah. Interpretasi dari “pengendalian penguasaan tanah” adalah pengendalian terkait penguasaan tanah, sehingga penguasaan tanah tidak tersentralisasi pada golongan masyarakat tertentu. Dengan begitu, interpretasi terhadap “pengendalian pemanfaatan tanah” merupakan pengendalian terhadap aktivitas pemanfaatan tanah sehingga selaras dengan rencana tata ruang dan program utama yang ditetapkan oleh Badan Bank Tanah.

Apabila dicermati lebih lanjut, “pengendalian nilai tanah” adalah pengendalian terhadap nilai tanah dan harga yang ditetapkan dan dikendalikan oleh Bank Tanah sehingga harga menjadi wajar dan melakukan pencegahan praktik spekulasi tanah. Adapun pengendalian yang dilakukan oleh  Bank Tanah adalah sesuai dengan sifat Bank Tanah, yakni bersifat transparan, akuntabel dan nonprofit.

Uraian di atas mencerminkan kebijakan pemerintah dalam upaya mewujudkan kemakmuran rakyat dan memastikan ketersediaan lahan. Pemanfaatan tanah oleh Bank Tanah di Indonesia dalam praktiknya dilakukan melalui kerja sama dalam bentuk jual beli, sewa, kerja sama usaha, hibah, tukar menukar, dan bentuk lain yang disepakati dengan pihak lain dengan mengedepankan asas kemanfaatan dan asas prioritas.

Namun begitu, pelaksanaan PP No. 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah yang berada di Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Poso yang berlokasi  di Desa Alitupu, Winowanga, Maholo, Kalimago dan Desa Watutau yang terbagi di dua kecamatan yaitu Lore Timur dan Lore Piore dari total luas HGU (Hak Guna Usaha) sebesar 7.740 ha menimbulkan konflik masyarakat, pemerintah, dan Badan Bank Tanah. Hal tersebut disebabkan karena adanya penguasaan lahan oleh Bank Tanah di luar ex HGU yang selanjutnya diklaim oleh Bank Tanah dengan melakukan penetapan pal batas di atas lahan milik masyarakat Watutau yang diatasnya terdapat lahan perkebunan yang sudah sejak lama dikelola oleh masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun