Siapa yang tidak pernah bersosial media saat ini? Banyak informasi dan hal-hal menarik ada di dalamnya, meskipun (lebih) banyak juga yang bermuatan negatif. Ini jelas menuntut kedewasaan berfikir pengguna media sosial. Kali ini saya tidak akan membahas tentang media sosial (karena udah cukup banyak yang membahasnya. ^_^ )
Saya akan sedikit mengulik tentang secuil contoh positif (silahkan kalo mau bilang negatif juga) dari media sosial. Berawal dari keisengan seorang pengguna media sosial dengan nama Ida Tri Susanti yang mengunggah beberapa fotonya sedang membawa beberapa hewan hasil buruan dengan Caption : “Hasil berburu hari ini......Nyam....nyam......” seakan menegaskan bahwa hasil buruannya ini siap untuk dijadikan menu makan siang. Lalu masalahnya dimana?
[caption caption="Kucing Hutan"]
[/caption]
Masalahnya adalah, hewan tersebut adalah Kucing Hutan atau bahasa kerennya Prionailurus planiceps (udah, jangan dibaca... ntar kesleo lagi) yang Ida Tri Susanti dan mungkin masyarakat yang lain tidak tahu, Sejak 2008, jenis kucing ini telah ditetapkan sebagai spesies terancam oleh IUCN akibat kemusnahan tanah rawa habitat mereka. Tidak hanya di Indonesia, kebijakan untuk melindungi satwa ini juga ditetapkan oleh negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Berhabitat di hutan primer dan sekunder dengan ketinggian 1.500 m. Kadang-kadang dijumpai di dekat perkampungan. Dapat ditemukan di Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Bali.
[caption caption="Peta penyebaran Kucing Hutan"]
[/caption]
Lebih jauh lagi, di negara kita, undang-undang perlindungan satwa liar ini tertuang dalam Lampiran PP No. 7 Tahun 1999, dan ada kententuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 bahwa:
1. Barangsiapa dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
2. Barang Siapa Dengan Sengaja menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati (Pasal 21 ayat (2) huruf b), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
3. Dengan Sengaja memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; (Pasal 21 ayat (2) huruf d), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2)); yang artinya pemilik akun Facebook dengan nama Ida Tri Susanti ini akan berhadapan langsung dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)!
[caption caption="Foto "hasil" tangkapan Ida Tri Susanti yang di unggah di akun facebooknya."]
[/caption]
Namun demikian, saya pribadi tidak dengan serta merta mengutuk perbuatannya, Kucing Hutan yang di posting di Facebook itu menurut pengakuannya adalah hasil buruan dari saudaranya. Saya yakin Ida Tri Susanti yang berasal dari Jember - Jawa Timur ini dan beberapa saudarannya jelas buta akan hukum dan pengetahuan tentang hasil tangkapannya. Saya menilai, kegiatan seperti ini adalah kegiatan yang (sayangnya) sudah sering dilakukan oleh Ida Tri Susanti dan saudara-sudaranya.
Bahkan diapun tidak tahu bahwasannya di pasar gelap, binatang yang makanannya berupa binatang kecil seperti tikus, bajing, burung, tupai, marmot, kadal, kancil, kelelawar, dan kelinci ini dijual antara 350rb-500rb, artinya sekali berburu (jika dilihat dari fotonya) dia bisa mendapatkan 3 – 5 ekor Kucing Hutan senilai 2.5 juta , namun malah memilih untuk “dimakan”.
[caption caption="Bangkai Kucing Hutan yang berhasil ditangkap oleh Ida Tri Susanti dan saudaranya"]
[/caption]