Bencana covid-19 bukan hanya melanda negeri ini, melainkan seluruh dunia. Pasien yang terpapar pun kian bertambah. Manusia seakan dihantui oleh ketakutan yang kini berada di dekatnya. Ditambah lagi, soal pekerjaan. Banyak perusahaan yang mengeluh untuk membayar upah pegawai. Tak semua perusahaan dapat membayar upah para pekerjanya. Ada yang membayar setengah dari gaji pada umumnya, ada pula yang dirumahkan atau mengalami pemutusan hubungan kerja.
Mengutip dari Tirto.id bahwa Bapan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran per Febuari 2020 mencapai 6,88 juta orang. Jumlah ini naik 0,06 juta atau 60 ribu orang dibandingkan Febuari 2019 secara year on year (yoy).Â
Data ini diambil pada bulan Febuari, sedangkan pandemi covid di negara ini diumumkan pada bulan Maret lalu. Artinya angka di atas masih bisa bertambah.Â
Terlebih penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang terbilang cukup lama. Yaitu berkisaran tiga bulan. Dari sinilah muncul, masalah-masalah ekonomi yang telah penulis urai di atas. Bila ini tidak diatasi, maka Indonesia akan mengalami masalah serius dalam ekonomi, yaitu ancaman resesi.
Mengutip dari Wikipedia, dalam ekonomi makro, resesi atau kemerosotan adalah kondisi ketika produk domestik bruto (PDB) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negative selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.
Mengutip dari halaman Bloomberg, Juni 2020, bahwa ekonomi Indonesia dalam kuartal II berada di angka -3,1% Secara global, hampir seluruh negara mengalami penurunan ekonomi.Â
Hanya Tiongkok yang diprediksi mencatatkan pertumbuhan positif 1,2% Â setelah anjlok hingga -6,8% pada kuartal sebelumnya. Yang menjadi persoalan, bisakan Indonesia menaikan ekonomi di kuartal III. Bila tidak, maka siap-siap, hantu resesi telah menanti.
Selain itu, resesi dapat mengakibatkan penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan.Â
Minimnya lapangan kerja, membuat para pencari kerja berjuang dengan sangat keras demi mendapat pekerjaan. Baik itu sesuai dengan keahliannya atau tidak. Asalkan dapat duit, semua dikerjakan.
Investasi pun perlahan lumpuh. Para inevestor menahan dananya akan situasi ekonomi yang masih labil. Terlebih bagi negeri ini yang terkenal dengan nuansa pariwisatanya. Sektor ini pun tak berjalan. Maka, tak heran, bila di sektor ini banyak sekali terjadi PHK yang mana angka penggangguran kian bertambah.
Bila melihat data di BPS, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mendominasi julah pengangguran di tahun ini. Yaitu sekitar 8,49%. Â Hal ini menjadikan tanda tanya, kemanakah arah dari pendidikan mereka? Program yang seharusnya bisa terserap ke dunia kerja, kok malah menambah nilai penggangguran?