Kandas Sebelum Melangkah…
Makasar, sebuah kota yang unik dan penuh dengan teka-teki bagiku. Di kota ini banyak sekali aku menemukan keunikan manusia-manusianya. Atau barang kali memang aku yang sedang dalam proses ini kini dalam fase keunikan hidup? Ah entahlah… aku masih teringat perbincanganku dengan seorang pria di pesawat beberapa menit yang lalu.
“Ah… siapa bilang gadis Manado itu cantik-cantik?” kelakarnya sesaaat setelah menenggak segelas minuman karbonasi.
“Kata teman saya begitu Pak,” aku tersenyum kecil.
“Dengar ya… hanya 1 gadis Manado yang cantik dari 10 gadis yang ada!” sahutnya sambil menatapku sedikit sinis.
“Loh? Iya to? Terus?”
“Dari 10 gadis Manado, hanya 1 yang cantik sementara sisanya itu cuaaannntik banget! Hahhahahaha….,” tawanya mengejutkan beberapa penumpang lain yang sedang tidur tai ayam.
Aku menggelengkan kepala beberapa kali sambil berdecak kagum. Memang hampir semua pria di Indonesia ini mengakui perihal kecantikan gadis Manado, tapi barangkali memang argumentasi kali ini terlalu berlebihan. Ya sudahlah, lupakan saja kelakar pengisi waktu di pesawat itu. Aku harus kembali fokus pada klienku yang satu ini. Dari tadi dia masih memilih untuk diam membisu. Sementara aku? Aku masih memilih untuk menunggunya berbicara sembari menyandarkan tubuhku di kursi sofa yang ada di sudut loby hotel ini.
“Begini Mas… Hmmm… anu… pokoknya saya ini tidak mau terima, kalau masalah cinta saya selalu kandas sebelum melangkah! Dan saya harap anda mampu menyelesaikan masalah saya ini dengan segera! Saya malu kalau saya selalu menjadi jomblo seperti saat ini. Bahkan Mas… usia saya sudah 22 tahun dan saya belum pernah pacaran! Apa itu tidak memalukan?” dia melontarkan kalimat setengah marah padaku walau aku tidak tau menahu mengenai masalahnya.
Aku mengamati gadis di hadapanku itu, cantik dengan rambut agak kemerahan lurus di bawah bahu. Kulitnya bersih, matanya bening dan hidungnya mancung. Hmmm… aku menduga dia adalah gadis Manado. Karena memang dia cantik dan tingginya juga lebih dari cukup. Tapi apa ya mungkin gadis ini tidak pernah punya pacar? Sekilas melihatnya saja, sebagai lelaki normal aku pastinya tidak akan menolak seandainya dia mengajakku berpacaran. Pokoknya tidak memalukan deh kalau di ajak ke sebuah acara resmi. Uhuk… uhuk…
“Lalu?” kuberi sedekah singkat dengan diiringi anggukan kepala beberapa kali mirip kayak boneka mobil yang manggut-manggut terus itu.