Cinta Bukan Soal Ukuran
Sebuah Catatan Tentang Isi Hati
Obrolan menjelang subuhku kali ini dengan @daengoprek, dia sahabatku di kota Makassar. Dia sering ngajak aku menikmati Coto atau sekedar minum Saraba tengah malam dengan ditemani nyamuk-nyamuk ganas kota Makassar. Seingatku, sudah tiga bulan kami tidak ketemu setelah aku memutuskanuntuk membawa hati yang remuk redam ini kembali pulang ke Jogja tercinta.
Okelah, obrolan via chat FB ini begitu sederhana, tapi dalem.
“Kapan ke Makassar?” tanya Daeng mungkin dengan wajahnya yang kusut karena mikirn My Luv-nya yang nggak kunjung menerima cintanya.
“Kayaknya berat untuk ke Makasar, Jakarta lebih menantang hahaha... Saya ada terikat kontrak dengan orang ibu kota.... kontrak batin,” jawabku sekenanya.
“Hehehe... sepertinya, 1 persen ke Makassar ya.. mungkin akhir tahun juga mau ke Jakarta ...” balasnya lagi antusias.
“Di Jakarta sepertinya banyak my Luve yang lebih Lux,” sahutku lirih tidak begitu yakin sebenarnya.
“Memang lebih menantang... mau lupakan Mailuv saja...” balasnya lebih cepat dari kereta api monorel yang baru akan ada di Jakarta beberapa tahun lagi.
“Di Makasar aku ga bisa fokus nulis dan kerja, ribut terus sama Bosss hahahah,” jawabku sambil tertawa kecut.
“Oh iya, bos pernah cerita, sepertinya ada konflik, tapi lelaki harus banyak stok. Hehehe,” sahutnya lagi dengan sok serius gituh.
Begitulah obrolan nggak jelas dua pria galau dini hari itu. Tapi itu belum selesai, kutinggalkan dia Sholat Tahajud dulu 11 rakaat. Wow!?? Beneran? Ya... 11 rakaat. Saya sendiri saja heran, kenapa saya mau Sholat sepanjang itu? Apa niatnya? Done! Niatnya untuk mendekat batin ini dengan seseorang yang sudah menghiasi jiwa dan otakku akhir-akhir ini. Begitulah manusia (sebut saja saya) melakukan sesuatu karena ada maunya. Mendinglah, ketimbang mau sesuatu tapi tidak melakukan apapun? Mungkin Malaikat malam ini sebel banget sama doaku yang panjangnya melebihi cerpen yang baru saja aku tulis, terus dia ngomong gini; “Ndik! Ndik! Loe kira ada malaikat yang buka kontak jodoh? Terus elo minta jodoh seenak hatimu gituh?!”
Tapi... hmmm gini aja deh, -Alhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu 'ala Rosulillah wa 'ala alihi wa shohbihi wa man tabi'ahum bi ihsanin ilaa yaumid diin-. Suatu kenikmatan yang sangat indah adalah bila seorang hamba bisa merasakan bagaimana bermunajat dengan Allah di tengah malam terutama ketika 1/3 malam terakhir.
Ada satu bait doa yang aku lantunkan berkali-kali dari bait-bait panjang itu; "Ya Rab, jika dia Jodohku dekatkanlah batin kami, sebelum raga kami Engkau dekatkan!"
Okelah, aku selalu yakin bahwasanya Tuhan tidak akan memberikan ular berbisa pada hambaNya yang meminta roti. Aku kembali ke depan laptop sejam kemudian. Pesen di obrolan FB dari Daeng sudah berderet kayak puisi yang nggak jelas ujungnya. Bla... bla... bla... intinya kalau aku simpulkan sendiri mungkin begini “Cinta itu ukurannya apaan sih mas?”
Aku jawab, “Bukan soal cantik atau kayanya... tapi soal damai apa enggaknya, Cinta itu bukan soal ukuran Daeng! Percuma kita bersama wanita cantik, kaya tapi nggak bisa damai? Percuma kita punya segalanya tapi tidur saja nggak nyenyak! Cinta bukan soal ukuran Daeng! Cinta itu nggak bisa diukur besar atau kecilnya! Cinta itu mistis seperti bintang di langit, dia terlihat indah karena jumlahnya banyak, tetetap terlihat indah juga walau hanya satu dua yang terlihat. Tapi apa kamu tau Daeng? Berapa jumlah bintang dilangit itu sebenarnya? Enggak ada yang tau pasti jumlah bintang dilangit itu! Pun demikian dengan jumlah cinta, ukuran besar dan kecilnya apalagi kadaranya!”
Daeng tidak membalas, mungkin dia sudah tidur bersandar di bilik warnet milik my luvenya, seorang yang sudah di kontraknya dalam batin, tapi dalam realitasnya Daeng ini di gantung setengah mati. Ya aku tau kalau sahabatku yang satu itu sebenarnya memang sedang galau akut dengan sikap dan perilaku penggantungan itu. Kisahnya panjang...
“Ketika kita mencintai seseorang, jatuh cinta pada seseorang! Maka yang harus kita lakukan adalah bertahan dengan rasa itu! Ungkapkan rasa itu! Nyatakan rasa itu! Biarkan dia, seseorang yang kita cintai itu tau kalau kita mencintainya! Jika kau tidak berani melakukan itu, mungkin cara terbaik adalah berdoa saja!”
Karena Daeng tak lagi membalas pesanku, aku juga memilih untuk diam. Diam mengati sebuah foto yang aku buka sedari tadi, ya, sedari tadi ketika aku membuka mata pukul 1 dini hari. Cinta bukan soal ukuran, tapi soal rasa yang kadang sulit untuk disampaikan. Cinta bukan soal ukuran, tapi sebaiknya mengukur kemampuan personal dulu itu lebih penting! Cinta itu tidak bisa di ukur hanya dari harta atau rupa... Cinta itu nggak bisa diukur besar atau kecilnya! Cinta itu mistis seperti bintang di langit, dia terlihat indah karena jumlahnya banyak, tetetap terlihat indah juga walau hanya satu dua yang terlihat.
03: 55 WIB. Jogjakarta, 29-05-2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H