[caption id="attachment_164671" align="alignleft" width="333" caption="Ilustrasi"][/caption] WARGA Desa Sungai Antu ibu kota kecamatan Puring Kencana, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, banyak memiliki telepon genggam. Padahal, sinyal telepon selular di sana tidak tertangkap. Maklum, dari ibu kota provinsi, Pontianak, terbentang jarak lebih dari seribu kilometer. Dari ibukota kabupatennya sendiri, Putussibau, kampung ini berjarak sekitar 259 kilometer. Nah, warga Desa Sungai Antu terpaksa harus naik gunung untuk mendapatkan sinyal. Bahkan beberapa di antaranya harus memanjat pohon dan menaiki atap rumah! Rosalia Raca, 24 tahun, warga Sungai Antu, Kecamatan Puring Kencana, mengatakan, ada orang yang sampai jatuh dari sebuah tebing yang lumayan tinggi dan mengalami retak tulang punggung. “Dia naik ke atas tebing untuk mencari sinyal HP, akhirnya terjatuh. Sampai sekarang belum sembuh benar,” ujar Raca, Selasa (14/2/12). Menurut Raca, warga di Puring Kencana menggunakan kartu seluler produksi Indonesia, tetapi kadang menggunakan sinyal Malaysia. Maklum, jarak kota terdekat di Sarawak, Malaysia Timur, hanya ‘sepelemparan batu’ dari kampong mereka. Sementara daerah ‘sesama Indonesia’ yang terdekat dari Desa Sungai Antu, yang lebih dulu mendapat sinyal adalah Kecamatan Badau, yang sudah menikmati sinyal selular mulai sekitar tahun 2005. Jarak antara Badau dengan Puring Kencana sekitar 3 jam menggunakan sepeda motor. Nah, sejak 2005 pula, warga Puring Kencara, tua maupun muda sudah punya HP meski sinyal belum sampai ke kampong. “HP itu untuk keperluan nelepon keluarga di daerah lain, juga untuk memotret, mendengar lagu,” kata Raca. [caption id="attachment_164675" align="alignright" width="300" caption="Antena parabola di Rumah Panjang Mungguk, Kecamatan Embaloh Hulu. Di sini juga belum ada sinyal selular. Foto: Severianus Endi"]
[/caption] Hebatnya, warga di Desa Sungai Hantu tak hanya menggunakan SIM Card produksi operator selular Indonesia. Mereka juga menggunakan operator Malaysia, seperti DIGI dan Maxis. Pak Camat Puring Kencana mengakui, dia terpaksa harus memiliki beberapa nomor telepon selular. “Kalau urgen, saya gunakan panggilan telepon dengan operator Malaysia, cukup sembunyi di pojok rumah, sudah ada sinyal,” ujar Capat Puring Kencana, Hermanus Jemayung. Khusus untuk kartu seluler operator Indonesia, harus berhati-hati jika “kemasukan” sinyal Malaysia. Pulsa bisa tersedot, karena terkena roaming internasional. Biasanya saat asyik mencari sinyal di bukit, ada suara bip bip bip, tanda sinyal Malaysia 'menerobos'. Segera periksa pulsa Anda, pasti sudah tersedot! “Kalau untuk SMS dengan kartu Indonesia, sudah kena charge Rp 4.700. Tarif yang sama juga berlaku untuk menerima SMS yang masuk. Itu sebabnya kalau pas saya ke kecamatan lain yang jual pulsa, selalu isi agak banyak,” ujar Jemayung. Nah, yang lebih kerennya lagi, Pak Camat sudah membuat semacam kotak, mirip nest untuk ternak burung, di sebuah pohon di ujung kampong. Kotak itu menandai adanya sinyal di areal itu, sehingga dia tinggal meletakkan telepon di situ dan menunggu berdering. Meski banyak keluhan, ada beberapa nilai positif dari keterbatasan sinyal di kampong
perbatasan Indonesia-Malaysia itu. Pak Camat dan Pak Sekretaris Kecamatan, Mintuak, terbiasa dengan transaksi e-banking. [caption id="attachment_164676" align="alignleft" width="300" caption="Panel surya di Desa Sungai Antu. Kesulitan energi membuat pembangkit alternatif surya jadi pilihan utama. Foto: Severianus Endi"]
[/caption] “Kalau harus ke kota untuk kirim uang buat anak yang sedang sekolah di kota, lebih separo gaji kami habis untuk ongkos transport. Jadi lebih bagus kami gunakan e-bangking, “ ujar Mintuak. Caranya, seperti biasa, mereka naik ke puncak gunung, mencari sinyal. Setelah signal berkedip, proses transaksi e-bangking pun dilakukan, mengirim sejumlah uang untuk ananda tercinta yang sedang menuntut ilmu di kota. Tak hanya itu. Ketidaan sinyal membuat rasa kekeluargaan kian erat. Jika warga di kota atau daerah lain hendak kirim pesan ke salah seorang penduduk Sungai Antu, maka SMS akan dikirim ke semua warga. Jika salah satu atau beberapa warga kampong kebetulan naik gunung cari sinyal, maka pesan itu akan disampaikan ke orang yang dituju, yang mungkin belum sempat ‘olahraga’ mencari sinyal. “Betul, saya pikir ini salah satu sisi positifnya, rasa kekeluargaan di kampong ini sangat tinggi,” ujar Pak Camat sambil terkekeh.
SEVERIANUS ENDIBaca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Inovasi Selengkapnya