Mohon tunggu...
Hanz Endi Pramana
Hanz Endi Pramana Mohon Tunggu... Freelancer - menulis seakan bagian dari masa lalu. akankan punah?

Lulusan Prodi Ilmu Komunikasi, Fisip, Atma Jaya Yogyakarta, mantan wartawan Tribun Pontianak (Kompas Gramedia), Kalimantan Barat. Mantan wartawan yang ingin tetap menulis. Email: endi.djenggoet@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Awas, 'Pak RT' yang Ini Bisa Mengigit!

3 April 2012   04:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:06 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="alignleft" width="360" caption="Inilah salah satu bagian Sungai Setinggak Tawar, dengan tiga perahu tua dan jamban dikejauhan. Muara laut hanya berjarak 700 meter arah sebelah kiri. Foto: SEVERIANUS ENDI"][/caption]

DI sungai ini kerap muncul buaya rawa. Saya sendiri belum pernah melihatnya. Info ini saya peroleh dari Acik Tomo, 43 tahun, seorang pengrajin samuray.

Bengkel mebelnya berada persis di sungai ini, di Dusun Setinggak Tawar, Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, pedalaman Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.

Saya menjumpai Acik, Sabtu (10/3/12) dan Minggu (11/3/12) saat bersama beberapa teman berkunjung ke dusun ini. Perlu waktu sekitar 7 jam dari ibu kota provinsi, Pontianak, untuk menjangkau dusun ini dengan perjalanan darat.

Acik baru setahun belakangan menjadi pengrajin samuray dan senjata tajam lainnya. Sebelumnya, lebih 20 tahunan, dia bekerja di bengkel meubel.

"Buaya ini sekitar 2 tahun belakangan mulai sering masuk kampung. Mereka menyusuri sungai-sungai kecil dari muara laut Cina Selatan yang jaraknya cuma 700 meter dari sini," ucap Acik sambil terus mengerjakan gagang samuraynya.

'Pak RT', sebutan khusus untuk buaya-buaya, karena warga kampung tak bisa lancang menyebut buaya secara langsung. Kedatangan 'Pak RT' ini kerap tak disadari.

Sosoknya berenang tenang, nyaris tanpa riak, dan sepintas tampak seperti ongokan sampah atau kayu hanyut. Tiba-tiba, ternak bebek dan kambing warga diterkamnya.

Sesekali warga memasang kail ukuran besar dengan umpan daging ayam untuk menangkap buaya. Ada yang berhasil, ada juga yang tidak.

"Belum lama ini, ada seekor buaya ditangkap di dermaga. Ada 20 orang yang hampir tak sanggup mengangkat tubuhnya. Bayangkan seperti apa besarnya," kata Acik.

Hewan dengan nama Latin Crocodilus forosus itu disebut-sebut beberapa kali telah mengigit manusia di kampung-kampung sekitar. Ajaibnya, tak ada yang sampai meninggal!

Korban biasanya diterkam jika ada bagian tubuhnya bersentuhan dengan sungai, seperti mencuci kaki, main-main air, atau saat buang hajat.

Warga Dusun Setinggak lainnya, Ramli, 43 tahun, menuturkan, dirinya pernah secara tak sengaja melintas dalam jarak amat dekat dengan 'Pak RT'.

Saat itu, dia tidak sadar ada buaya sedang naik ke daratan untuk berjemur. Dari kejauhan, dia menduga benda itu setumpuk sampah.

Setelah dekat, hanya dalam jarak 3 meter, barulah disadari sang buaya sedang memejam mata menikmati sinar matahari. Ramli lewat perlahan agar tak menganggu keasyikan 'Pak RT'.

"Bagaimana tidak ngeri, tangannya saja sebesar paha orang dewasa," kisah Ramli.

Dia mengaku serba salah. Tak ada gunanya memburu buaya-buaya itu, karena tak ada nilai ekonomisnya.

Tak ada lagi pembeli-pembeli kulit buaya seperti era 1970 hingga 1980. Sementara jika dibiarkan, buaya-buaya itu terus berkembang biak dan membuat warga khawatir.

Mengapa buaya-buaya ini senang masuk pemukiman warga? Menurut Herman, 36, warga asli Setinggak, satwa ini kemungkinan kehabisan sumber makanan.

"Orang menembak monyet, padahal monyet juga makanan buaya. Tak ada hewan kecil yang bisa dimangsa, ya ternak bebek dan kambing jadi sasaran," kata Herman, yang akrab disapa Pak Itam.

Namun, Pak Itam mengaku, belum pernah mendengar kabar adanya orang yang sampai tewas dimangsa buaya. Rata-rata hanya luka dan tetap bisa selamat.

Mungkin potensi ini bisa jadi objek wisata minat khusus. Sepertinya asyik sekaligus bisa menguji adrenalin menyaksikan para buaya ini naik ke daratan untuk berjemur.

Kalau sudah berjemur, kadang mulutnya menganga, mata terpejam, mungkin menikmati hangatnya sinar matahari. Nah, beranikah menjumpai 'Pak RT' yang begini?

SEVERIANUS ENDI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun