Mohon tunggu...
Hanz Endi Pramana
Hanz Endi Pramana Mohon Tunggu... Freelancer - menulis seakan bagian dari masa lalu. akankan punah?

Lulusan Prodi Ilmu Komunikasi, Fisip, Atma Jaya Yogyakarta, mantan wartawan Tribun Pontianak (Kompas Gramedia), Kalimantan Barat. Mantan wartawan yang ingin tetap menulis. Email: endi.djenggoet@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Robohnya Katedral Kami

28 Mei 2011   16:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:06 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_111117" align="alignleft" width="300" caption="Seorang ibu, Yuliana, mengabadikan momen-momen terakhir Katedral Santo Yoseph Pontianak sebelum dirobohkan. Foto diambil 5 Mei 2011 oleh Severianus Endi."][/caption] * Judul ini ditulis dengan ingatan pada Cerpen AA Navis: Robohnya Surau Kami.

TAK lama lagi, bangunan tua dan bersejarah itu bakal lenyap selama-lamanya dari Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Bangunan baru bergaya modern telah diancang-ancang dibangun untuk menggantikannya.

Di sore yang cerah, 5 Mei lalu, suasana halaman Gereja Katedral Santo Yoseph di Jl Pattimura, Kota Pontianak lengang. Tak seperti biasa, nyaris tanpa aktivitas di tempat itu. Hanya ada beberapa orang yang terlihat membenahi beberapa material bangunan.

Seorang ibu dengan puteri kecilnya tampak asyik berpose dan menjepretkan kamera telepon selularnya. Seakan tak puas, mereka berkali-kali mematut diri dan memastikan backgroud bangunan bersejarah itu ikut terekam.

"Foto untuk kenang-kenangan, karena katedral ini akan dirobohkan," ucap Yuliana (29) yang sehari-harinya bekerja sebagai guru SMA Katolik yang terletak di arah belakang katedral.

Setiap hari, Yuliana selalu melewati areal itu menuju sekolah. Begitu tahu bangunan yang menjadi satu di antara ikon kota hendak dirobohkan, dia tak ingin kehilangan kenangan dengan memotret momen menjelang saat-saat terakhir.

Sekonyong-konyong, seorang pria berusia sekitar 73 tahun muncul di halaman. Ini kesempatan langka lainnya! Pria itu, Uskup Agung Pontianak, Mgr Hieronymus Bumbun OFM Cap.

Yuliana dan puterinya tak membuang kesempatan untuk juga mengabadikan diri bersama Uskup, berlatar bangunan tua itu. Dalam perbincangan santai, Mgr Bumbun menuturkan, panitia pembangunan mulai siap-siap berbenah.

Dimulai dengan mengangkut barang yang kecil-kecil dulu, sebelum Katedral tua itu dirobohkan. Apa tidak sayang, bangunan yang sudah mulai dibangun sejak jaman misionaris Belanda memulai karya di Bumi Kalimantan Barat itu, harus dirobohkan? Apakah tidak dijadikan cagar budaya dan Katedral yang baru dibangun di tempat lain?

"Masalahnya, di mana tempat lain itu? Sulit. Rasa sayang pada bangunan lama, artinya kita pelihara dengan dibangun kembali sehingga menjadi lebih kukuh dan kuat. Itu wujud rasa sayang. Terutama tempat ini sudah dipikirkan jauh-jauh hari, tidak bisa orang mengubah sembarangan," tutur Mgr Bumbun.

Menurut Mgr Bumbun, total anggaran pembangunan sekitar Rp 45 miliar. Dana sebesar itu akan mengubah wajah Katedral, dari yang semula berciri semi tradisional menjadi modern bagai replika Basilika Santo Petrus di Vatikan.

"Rancangan konstruksi campur-campuran untuk mengakomodir berbagai ciri khas di sini. Arsitekturnya model gothic dengan kubahnya. Lamanya pembangunan diperkirakan kurang lebih 14 bulan," lanjut Uskup.

[caption id="attachment_111118" align="alignright" width="300" caption="Bersama Uskup Agung Pontianak Mgr Hieronymus Bumbun OFM Cap berpose dengan latar Gereja Katedral Santo Yoseph Pontianak. Foto diambil 5 Mei 2011 oleh Severianus Endi."][/caption] Beberapa hari sebelumnya, yakni 1 Mei malam, Mgr Bumbun memimpin ekaristi perpisahan gedung Gereja Katedral dan dihadiri ribuan umat. Misa terakhir di tempat itu, karena sementara pembangunan berlangsung, perayaan ekaristi dialihkan ke Gedung Pasifikus, aula Paroki Santo Yoseph Katedral, yang terletak di bagian belakang.

Cagar Budaya?

Pembangunan gedung Katedral yang baru telah lama direncanakan. Panitianya pun sudah dibentuk sejak setahun yang lalu. Berbagai kontroversi menyertainya, karena ternyata bangunan tersebut diklaim sebagai cagar budaya.

Sekretaris Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Kalbar, Agustinus Clarus, mengatakan, suatu cagar budaya harus memiliki dasar hukum yang disertai kewajiban dari pemerintah untuk pemeliharaan.

"Tapi selama ini, kepedulian pemerintah itu tidak ada, hanya sekadar namanya sebagai heritage, lalu dikatakan tidak boleh dibongkar. Idealnya, gedung lama itu harus dilestarikan, tetapi karena keterbatasan tempat, terpaksa harus dibongkar untuk dibangun yang lebih besar," ujar Agustinus.

Menurut dia, gedung lama itu telah memanusiakan manusia, terutama bagi orang Katolik. Di tempat itu, sejak dari dulu, nilai-nilai kemanusiaan ditingkatkan menjadi manusia beriman.

"Kacang harus meninggalkan kulitnya, untuk menghasilkan kacang yang lebih banyak. Dalam setiap perubahan pembaharuan, selalu ada hal yang terpaksa ditinggalkan," ucap Agustinus berfilosofi.

Seabad Lebih

Katedral lama berkapasitas sekitar 1.100 orang. Usianya yang sudah lebih dari satu abad membuat bangunan ini menjadi saksi sejarah tidak saja perkembangan umat Katolik, tetapi juga Kota Pontianak sendiri.

Konstruksi lama terdiri atas beberapa tiang dari kayu ulin dan dinding papan. Menara lonceng setinggi 22 meter menjulang megah di bagian depan. Menurut catatan sejarah, bangunan yang tampak sekarang ini telah melewati tiga kali proses pemugaran.

Kini kondisinya memang agak memprihatinkan. Beberapa bagian atap mulai bocor, bahkan menara lonceng tampak agak miring.

Gedung berukuran 20 kali 11 meter ini pertama kali dibangun pada 1909, dan saat itu para misionaris dari Belanda telah memulai karyanya. Statusnya pun masih berupa stasi Pontianak.

Pengagasnya adalah seorang misionaris Kapusin yang kemudian menjabat Prefek Apostolik, Mgr Pacificus Bos OFM Cap. Sementara arsitek perancangnya berasal dari kalangan militer pemerintahan Hindia Belanda.

Menurut Mgr Bumbun, pemugaran terakhir dilakukan sekitar tahun 1963 sehingga bentuknya menjadi seperti yang tampak sekarang ini.

[caption id="attachment_111120" align="alignleft" width="300" caption="Suasana lengang di halaman parkiran Gereja Katedral Santo Yoseph Pontianak, 5 Mei 2011. Foto oleh Severianus Endi."][/caption] Perkembangan umat di Paroki Katedral cukup pesat. Gedung yang semula hanya berkapasitas sekitar 1.100 orang sudah tidak sanggup lagi menampung umat yang kini berjumlah sekitar 5 ribuan orang. Maka, bangunan baru dirancang dengan kapasitas sekitar tiga kali lipat bangunan lama, yakni untuk sekitar 3 ribu orang. Karena areal yang terbatas, kapasitas dikembangkan dengan pembangunan dua lantai serta ruang basement atau lantai dasar.

SEVERIANUS ENDI

Note: Versi yang sudah diedit dimuat di Majalah HIDUP, dan bisa dibaca di link ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun