Mohon tunggu...
Hanz Endi Pramana
Hanz Endi Pramana Mohon Tunggu... Freelancer - menulis seakan bagian dari masa lalu. akankan punah?

Lulusan Prodi Ilmu Komunikasi, Fisip, Atma Jaya Yogyakarta, mantan wartawan Tribun Pontianak (Kompas Gramedia), Kalimantan Barat. Mantan wartawan yang ingin tetap menulis. Email: endi.djenggoet@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Balik Kanan Saja, Pak...

5 Oktober 2010   12:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:42 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

AGAKNYA ruang pemberitaan berbagai media sore ini memang lain dari biasanya. Televisi, radio, dan media internet seakan mengarahkan satu fokus perhatian: pembatalan keberangkatan kepala negara ke negeri yang dulu pernah menjajah nusantara. Eh, sabar, ini bukan pembatalan biasa.

Sang kepala negara dan rombongan sudah berada di bandara. Bahkan para wartawan yang sedianya meliput dari dekat kunjungan itu, sudah lebih dulu naik ke pesawat. Mereka bahkan bertanya-tanya, kok pesawat ini ndak berangkat-berangkat ya? Hampir dua jam kemudian, menurut laporan berita, barulah ada kejelasan.

Lawatan ke Negeri Kincir Angin justru dibatalkan menjelang detik-detik akhir keberangkatan. Luar biasa! Selama ini, publik hanya tahu batalnya kunjungan kenegaraan telah dilakukan jauh-jauh hari. Dan, alasan pembatalan di detik-detik akhir ini, mau tak mau, mampu menyulut rasa nasionalisme yang selama ini "maneketehek" terutama buat kalangan muda.

Presiden, menurut sumber resmi yang dilansir media, menghindari kabar yang tak mengenakkan jika memaksa tetap berangkat ke negeri orang. Menurut info yang berkembang, gerakan sparatis yang sudah lama membangun pemerintahan pengasingan di negeri Tulip, telah menyiapkan penyambutan yang pasti akan "mengesankan".

Lho? Betapa tidak, konon jika presiden nekad berangkat, Pengadilan Internasional di Deen Hag siap menangkap pria berkantungmata tebal itu. Dan ini pertunjukan yang sangat diimpikan separatisme Republik Maluku Selatan yang telah lama mengimpikan momen ini. Mereka telah menyiapkan penyambutan alat mereka sendiri, dengan menyodorkan tuduhan ke pengadilan, bahwa Presiden RI bertanggungjawab terhadap kejahatan kemanusiaan blablabla...

Menurut catatan sejarah, pada era 1970-an, RMS berhasil mempermalukan Presiden Soeharto dengan demonstrasi di sana saat presiden kedua itu menjalankan kunjungan kenegaraan ke negeri yang sama. Meskipun, nasib Pak Harto tak sampai harus diadili di sana, dan bisa pulang kampung dengan senyum khasnya.

Kali ini, okelah, izinkan saya sependapat dengan Anda, Pak Presiden. Anda memang lebih baik balik kanan saja, sambil mengerjakan PR yang nyaris Anda tinggalkan sementara waktu. Biarlah sang negeri penghasil keju menyusun alasan, mengapa mereka tak bisa menjamin keselamatan seorang pejabat negara saat berkunjung ke kampung halamannya. Biar mereka belajar menjadi tuan rumah yang baik dululah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun