Seni mendengarkan adalah kemampuan untuk memberikan perhatian sepenuhnya kepada pembicara, memahami pesan yang disampaikan, dan memberikan respons yang sesuai. Hal ini tidak hanya sekadar mendengar kata-kata, tetapi juga mencakup pemahaman terhadap konteks, emosi, dan maksud di balik ucapan.
Saat seseorang mendengarkan dengan baik, maka terciptalah lingkungan yang nyaman bagi pembicara untuk mengekspresikan diri. Hal ini membantu membangun hubungan yang lebih mendalam dan saling menghargai. Mendengarkan secara efektif juga memerlukan kesabaran, empati, dan kemampuan untuk memberikan tanggapan yang konstruktif.
Setiap keadaan, seni mendengarkan dapat menjadi alat yang efektif untuk menyelesaikan konflik, meningkatkan kerja sama, dan memperkuat komunikasi. Sehingga mendengarkan secara aktif akan membuat seseorang dapat menunjukkan bahwa kita sebagai pendengar menghargai pandangan orang lain dan bersedia memahami sudut pandang mereka yang pada akhirnya dapat memperkaya pengalaman dan pengetahuan diri sendiri.
Dalam kaligrafi Tiongkok, istilah komunikasi diartikan sebagai seni mendengarkan. Terdapat elemen telinga untuk mendengar, mata untuk melihat, dan hati yang peduli. Semua elemen ini membentuk kesatuan yang sempurna dan tidak terpisahkan. Seseorang yang mampu mendengarkan dengan baik akan seperti raja yang dapat mengendalikan situasi. Kita belajar melalui mendengarkan dan akan lebih disukai serta menjadi lebih bijaksana bukan saat berbicara, tetapi saat mendengarkan (Stephen, 2018).
Kesimpulannya adalah bahwa kombinasi antara pembicara dan pendengar bersifat dinamis. Berbicara adalah cara seseorang mempertahankan sudut pandangnya, sementara mendengarkan adalah proses untuk memahami sudut pandang orang lain. Oleh karena itu, dalam komunikasi diperlukan adanya keseimbangan antara berbicara dan mendengarkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H