Mohon tunggu...
Endang Ssn
Endang Ssn Mohon Tunggu... -

Pecinta senja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat Kecil Untuk Ayah (2)

23 Oktober 2012   15:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:28 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ayah, apa kabar ?

Luapan rindu membelaiku malam ini. Kusulam dengan setangkup mimpi diantara semilir angin yang menemani. Ah, lihatlah betapa langit masih biru seperti dulu saat kita pernah memperbincangkannya.

Ayah, senjaku merona berbeda. Tanpamu riuh gemintang tak semerdu dulu. Tapi bahasa cinta yang tak pernah kau cabut dari kehidupan kami sungguh membuatku semakin mencintai senja. Walau satu persatu para penikmatnya telah rela melepaskan. Seperti katamu “Nak, menerima atau melepaskan sama-sama membutuhkan keikhlasan”.

Ayah, malaikat-malaikat kecil di simpang itu tak lagi secengeng dulu. Mereka mulai mengerti bagaimana hidup terbahasakan. Satu persatu cerita terangkai dengan lebih indah. Keoptimisan yang tak lagi membuat mereka surut untuk mengejar mimpi adalah energi alam yang membahagiakan. Menatap sorot tajam mata mereka satu persatu diantara sunggingan senyum memberiku ruang untuk belajar lebih baik tentang kehidupan.

“Bahagia itu pilihan, Kakak”

Ayah, kau tahu ? Kalimat itu tajam. Keterbatasan bukan alasan untuk tak bersyukur. Kekurangan tak akan pernah menghalangi mereka untuk bermimpi. Impian yang sempurna adalah saat keterbatasan membuat kita tetap optimis dengan mengusahakan pencapaian tanpa kenal lelah. Kau masih ingat bukan saatdua orang malaikat kecil itu dulu pernah menjadi penghuni sudut jalan yang terus diratapi. Kini, merekalah yang menjadi pendobrak itu semua. Ya, bahagia memang pilihan. Mempunyai hati seluas samudera dengan tetap tersenyum untuk air mata yang singgah. Senja masih jingga di tiap jejak yang tertapak. Ragamu tak lagi menemani cerita senja tapi semangatmu membuat perjuangan masih akan terus bernilai.

Ayah, kembali merindumu

Saat sabit berganti purnama, kala langit meneteskan airnya satu persatu. Ketika aroma tanah basah dan dingin menjadi senyawa yang mendamaikan. Sungguh, ada hati yang terjaga.

Ayah,

Terima kasih telah mengajarkanku tentang kehidupan, terima kasih telah mengenalkanku pada senja, terima kasih telah memberiku ruang untuk mengerti cerita hidup dengan cara halus dan indah.

“Manusia ada untuk saling bergandengan. Saling merasakan kesulitan dan kekurangan di luar sana. Jika kau buka hati untuk melihat juga mendengar maka bahagia sesungguhnya akan dapat kau sentuh. Berbagi, dengannya kita akan mengerti makna tulus itu”

Adakah warisan yang lebih baik selain ilmu dan hati untuk terus melihat, mendengar dan merasakan tetesan air mata yang berseru lirih diluar sana ?.

Ayah, berbincang dengan langit malam ini. Kukabarkan padanya, betapa aku sangat merindukanmu. Ketiadaanmu adalah ada. Teruslah tersenyum di keabadianmu. Doa kami dan malaikat-malaikat kecil diluar sana akan selalu mengalir.

::: Ayah, merindumu sangat :::

Putrimu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun