Mohon tunggu...
Endang Sriwahyuni
Endang Sriwahyuni Mohon Tunggu... -

a long-life learner

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menagih Janji Kenikmatan DAMRI (Jakarta-Lampung)

30 Agustus 2012   01:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:09 6125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta-Lampung memang jarak yang relatif dekat, baik ditempuh dengan perjalanan udara, maupun darat dan air. Kita dapat menggunakan pesawat udara (dari Bandara Soekarno-Hatta ke Bandara Branti), atau bus yang akan menyusuri jalanan Jakarta, Banten, hingga menyebrangi Selat Sunda. Kita dapat mempertimbangkan kelebihan masing-masing.

Kalau mau ekstra cepat dengan merogoh kocek lebih dalam (ala mahasiswa), ya pesawat jadi pilihan yang tepat. Harga tiketnya berkisar antara 200 hingga 400 ribu di hari normal. Diskon dan kenaikan di hari-hari tertentu seperti lebaran dan musim liburan bisa saja terjadi. Pokoknya, kalau mau tahu lebih jelas tentang harga tiket pesawat Jakarta-Lampung, bisa dibrowsing saja langsung :D.

Perjalanan darat yang otomatis tetap harus melalui perjalanan air, memang relatif menghabiskan waktu yang lebih lama namun harga terjangkau. Ada dua cara yang sering digunakan banyak orang dalam menempuh tipe perjalanan ini dari Jakarta ke Lampung dan sebaliknya. Yang pertama, ‘ngeteng’ atau yang lebih sering saya sebut ‘mutus-mutus’, dan yang kedua adalah menggunakan DAMRI.

Cara yang pertama, mutus-mutus, menurut saya sangat menarik dan biayanya cukup murah, bisa kurang dari 100 ribu rupiah. Cara ini cocok untuk kita yang suka berpetualang alias ngebolang. Kita berganti bus dari terminal ke terminal, berjalan di pelabuhan untuk naik kapal, dan naik bis lagi dari terminal lagi untuk kemudian menuju tempat yang akan kita datangi.

Ya, begitulah prosesinya jika memilih cara mutus-mutus. Meskipun kita akan sangat lelah berjalan menempuh rute yang agak jauh di pelabuhan, baik Merak maupun Bakauheuni, namun kelelahan ini bisa terganti dengan kenikmatan memandangi keindahan Selat Sunda. Selain itu, kelebihan cara ini adalah, kita free, tidak bergantung pada tiket dan jam pemberangkatan. Cocok sekali untuk yang sukanya buru-buru atau mepet-mepet, *upz. Oh ya, tips bagi yang mau mencoba cara ini, khususnya wanita, saya sarankan utuk berwajah tegas, atau bahkan bisa sedikit sangar. Jangan sekali-kali tampak bingung atau berwajah memelas. Hal ini penting untuk menghindari risiko-risiko kejahatan dan penindan di terminal dan selama ada dalam perjalanan. Sebab, ada banyak pengalaman buruk orang dijahatin dikapal (Nauzubillah minzalik). Bahkan, abang-abang petugas bus biasanya akan berebut menarik-narik kita naik ke busnya. Serius, kadang ada yang bener-bener maksa, sist :D.

Cara yang kedua, menggunakan DAMRI, memang menghabiskan biaya lebih mahal, tapi ada janji kenikmatan tersendiri yang akan kita dapatkan. Yang jelas, kita tidak perlu kelelahan berpindah dari terminal ke terminal mencari bus ataupun berjalan jauh di pelabuhan. Untuk mudik lebaran 2012, saya memilih menggunakan DAMRI dari Jakarta ke Lampung. Ini adalah pengalaman pertama saya mennggunakan cara ini karena biasanya saya mutus-mutus *sok ngebolang.

Saya menjadwalkan diri untuk pulang ke Lampung tanggal 14 Agustus 2012. Tanggal 11 Agustusnya saya datang ke loket DAMRI Jakarta-Lampung di Stasiun Gambir (Sampai saat ini loket DAMRI Jakarta-Lampung memang hanya ada di Gambir). Awalnya saya sempat deg-degan juga karena abang (anak ibu kos) semalam mengantar temannya membeli tiket DAMRI ke Lampung dan kebagian tanggal 18 Agustus karena tiket pemberangkatan tanggal sebelum itu sudah habis terjual. Tapi saya nekat saja datang ke loket dan Alhamdulillah saya masih kebagian tiket, yaitu Jakarta-Metro, meskipun duduk di kursi paling belakang. Antreannya memang cukup panjang, tapi Alhamdulillah saya datang tepat waktu hingga saya ada di posisi yang tidak terlalu belakang dalam baris antrean tersebut. Saat itu kira-kira pukul 16.00 WIB, ba’da sholat ashar, petugas loket baru mulai bertugas kembali setelah rehat.

Dari Gambir, ada beberapa tujuan, seperti Jakarta-Bandar Lampung, Jakarta-Metro, Jakarta-Bandar Jaya, Jakarta-Pringsewu, dll. Kita bisa memilih tujuan yang paling dekat dengan rumah kita. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa bus DAMRI ke semua tujuan tersebut dijadwalkan berangkat pada malam hari, seperti ke Metro pukul 20.00 dan ke Bandar Lampung pukul 22.00, sehingga sampai di Lampung pada pagi atau siang hari esoknya. Nah, jadi, jangan berharap lebih ya bisa menikmati kenikmatan Selat Sunda selama menyebrang :D. Oh, ya, Menara Siger yang biasanya membuat saya merasa sangat bahagia karena itu tanda sudah sampai di Lampung, juga tidak bisa saya lihat lantaran hari masih sangat gelap ketika kami sampai di Bakauheuni.

Tibalah tanggal 14 Agustus. Maghrib saya sudah sampai di Gambir, lantas berbuka puasa dan sholat maghrib serta Isya’ di mushola Stasiun Gambir yang tidak jauh dari loket DAMRI. Salah satu pertimbangan saya memilih DAMRI adalah agar pemberangkatannya tepat waktu dan akan mencapai tujuan dengan lebih cepat (Ceritanya udah gak sabar pengen pulang ke Lampung).

Tiba di loket saya harus melaporkan tiket ke petugas untuk mendapatkan nomor DAMRI yang akan saya tumpangi. Tapi, sayang sekali, saat itu suasananya tidak menyenangkan, runyam. Beberapa orang terdenagr mengumpat kesal, sebab DAMRI tujuan Metro berkode C (yang juga akan saya tumpangi) mengalami keterlambatan pemberangkatan karena mengalami kerusakan. Banyak kejadian menyenangkan dan mengerikan yang saya alami selama menunggu sampai sekitar pukul 20.35an. Pada saat itulah bus yang saya tumpangi berangkat. Oh ya, perlu hati-hati. Pastikan bahwa kita berada dalam bus dengan nomor yang sesuai dengan nomor yang ada di tiket kita. Kalau tidak, kita bisa nyasar (salah alamat, sist :D). Ada banyak bus DAMRI di Gambir, selain dengan tujuan yang sudah disebutkan di atas, juga ada jurusan Bandara Soekarno-Hatta.

Perjalanannya cukup nyaman. Saya mendapatkan kotak kertas berisi roti dan air mineral gelas. Kata seorang teman yang sering naik DAMRI Jakarta-Lampung, naik DAMRI itu nyaman, kita akan mendapatkan bantal dan selimut untuk dipakai selama perjalanan. Kita juga bisa meninggalkan barang bawaan kita di dalam Bus ketika di kapal nanti (saya memang paling malas menenteng bawaan banyak dalam kapal, haha).

Ah, tapi, janji kenikmatan itu diingkari. Penumpang tidak mendapatkan selimut karena bus yang kami tumpangi ini sebenarnya bukan standar DAMRI Jakarta-Lampung, melainkan DAMRI bantuan dari Bandara Soekarno-Hatta. Entahlah, karena kerusakan atau karena memang armadanya sengaja ditambah menggunakan bus bandara lantaran penumpang melonjak. Lalu, ketika sampai di Merak, penumpang yang mayoritas tertidur lelap dibangunkan oleh petugas, termasuk saya. Kami dikomando untuk turun dari bus dan membawa barang-barang kami. Saya pikir saya salah dengar karena baru bangun tidur dan kemungkinan nyawa belum terkumpul (haha). Tapi ternyata tidak. Seorang petugas berbicara langsung di hadapan saya dan menyuruh saya untuk membawa turun barang bawaan saya. Berat, euy :D. Padahal pertimbangan saya yang lain memilih DAMRI adalah agar bisa meninggalkan ransel berat ini di bus, tidak perlu membawanya ke dalam kapal.

Ya sudah, saya masuk kapal dan menuju kelas eksekutif. Tapi penuh. Saya keluar dengan masih menenteng ransel yang super berat ini menaiki tangga menuju kelas bisnis. Penuh juga. Tapi Alhamdulillah saya masih kebagian kursi meskipun tidak di pinggir jendela, tempat duduk favorit saya di kendaraan umum.

Bagi kita yang akan berpuasa, jangan khawatir, sebab, bus DAMRI akan berhenti di sebuah rumah makan dan memberikan waktu untuk santap sahur. Setelah itu, melanjutkan perjalanan, dan bus yang saya tumpangi sampai di loket DAMRI Metro sekitar pukul 05.30 WIB. Memang sudah sedikit kesiangan, tapi saya langsung saja melaksanakan sholat Shubuh di dalam mushola (tepatnya ruangan kecil yang dipergunakan sebagai mushola), di loket DAMRI Metro tersebut. Lalu, saya melanjutkan perjalanan saya menuju terminal kota Metro menggunakan becak dan kemudian naik angkot ke Kotagajah (sengaja tidak minta dijemput karena masih ingin berpetualang, hehe).

Soal DAMRI belum selesai. Sebenarnya saya ingin menagih janji kenikmatan DAMRI, khususnya bantal dan selimut, karena saya benar-benar kedinginan selama ada dalam perjalanan. Ini membuat saya sangat-sangat tidak merasakan kenikmatan DAMRI, setelah keterlambatan keberangkatan dan komando membawa barang bawaan ke dalam kapal. Ah, DAMRI, kenapa janji kenikmatan yang kau tawarkan kau ingkari? J

Picture: http://i75.photobucket.com/albums/i281/pendrex0307/bismania/DAMRI/damri05.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun