Mohon tunggu...
Endang Sriwahyuli Simanjuntak
Endang Sriwahyuli Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - @mbokne_segara

Guru di SMPN 6 Yogyakarta dan SMPN 3 Yogyakarta, Penulis Buku Tanah Brahmana. Seorang ibu untuk Ocean dan Sky, pecinta teratai, kamboja dan hujan. Penikmat candi, jalan sunyi dan pedesaan. Sampai bertemu di IG @mbokne_segara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ki Hajar Dewantara dan Perguruan Taman Siswa

6 Oktober 2024   11:08 Diperbarui: 6 Oktober 2024   12:54 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ki Hajar Dewantara memiliki nama kecil Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Beliau lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Beliau dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan menjadi salah satu tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Berikut adalah uraian lengkap mengenai kehidupan beliau. Ki Hajar Dewantara dilahirkan dalam keluarga bangsawan Jawa. Ayah beliau adalah Raden Soerjaningrat yang adalah seorang patih, sedangkan ibu beliau bernama Raden Ayu Siti Soendari yang juga berasal dari keluarga terhormat. Lingkungan keluarga beliau terdiri dari orang-orang berpendidikan baik dan terlibat dalam masyarakat sehingga membuat Ki Hajar Dewantara mendapatkan akses yang cukup mudah terhadap pendidikan yang baik juga. Sejak kecil, Ki Hajar Dewantara telah menunjukkan minat yang besar terhadap pendidikan dan kebudayaan. Beliau dibesarkan dalam atmosfer yang mendukung pengembangan intelektual, yang mempengaruhi pemikiran beliau tentang pentingnya pendidikan bagi kemajuan masyarakat Indonesia di masa itu. Ki Hajar Dewantara menikah dengan Siti Aminah dan dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai lima orang putra dan putri. Keluarga Ki Hajar Dewantara juga sangat mendukung visi dan misi dalam pendidikan, serta terlibat dalam berbagai kegiatan sosial yang memperkuat nilai-nilai kebangsaan.

Ki Hajar Dewantara menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Belanda dan kemudian melanjutkan pendidikan pada Kweekschool (Sekolah Guru) di Yogyakarta. Meskipun tidak menyelesaikan pendidikan formalnya di perguruan tinggi, beliau memperoleh banyak pengetahuan melalui pembacaan mandiri dan diskusi bersama rekan-rekan sejawatnya di masa itu. Selain itu beliau juga tertarik pada berbagai disiplin ilmu seperti filsafat, bahasa dan pendidikan. Pengalaman beliau di sekolah-sekolah kolonial di masa itu memberikan pemahaman yang mendalam mengenai sistem pendidikan yang ada di masa itu sehingga hal ini memunculkan dorongan yang besar bagi beliau untuk mulai merumuskan ide-ide segar dalam  menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik bagi rakyat Indonesia. Setelah menyelesaikan pendidikan, Ki Hajar Dewantara aktif dan banyak mendedikasikan dirinya dalam dunia jurnalistik. Beliau menulis untuk berbagai surat kabar, di antaranya adalah "Bintang Hindia" dan "De Express". Melalui tulisan-tulisan di berbagai surat kabar tersebut beliau dengan berani menyuarakan berbagai kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang melakukan penindasan dan sangat membatasi akses pendidikan bagi rakyat Indonesia. Kekhasan dari tulisan-tulisan beliau adalah penekanan pentingnya pendidikan sebagai sarana untuk mencapai kemerdekaan dan kesetaraan dalam mengecap pendidikan. Dan ini merupakan tindakan inisiasi yang berani dalam langkah perbaikan sistem pendidikan yang lebih terbuka dan yang menghargai hadirnya kebudayaan dan tradisi lokal dalam ranah pendidikan.
Ki Hajar Dewantara juga kita kenal sebagai seorang pemikir progresif yang berusaha mengubah pandangan tentang pendidikan menjadi lebih personal, manusiawi dan sesuai dengan kondisi zaman. Konsep Patrap Triloka adalah konsep yang cemerlang dalam dunia pendidikan Indonesia yang tidak dimiliki oleh pendidikan di belahan dunia mana pun. Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun dan Tut Wuri Handayani yang kita pahami sebagai "Di depan memberi teladan, Di tengah memberi semangat, Di belakang memberi dorongan" adalah pemikiran besar dan penemuan lokal yang melintasi ruang dan waktu. Bersama sahabat-sahabat beliau, di antaranya adalah dr. Soetomo dan Agus Salim, Ki Hajar Dewantara juga mendirikan organisasi "Indische Partij" pada tahun 1913, yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak rakyat Indonesia. Namun, aktivitas politik beliau itu  membuat beliau ditangkap oleh pemerintah kolonial pada tahun 1930 dan diasingkan ke negeri Belanda. Pergerakan beliau menumbuhkan kekhawatiran pada pemerintah kolonial akan timbulnya pemberontakan seiring dengan pertumbuhan pendidikan yang baik di tengah masyarakat pribumi. Selama masa pengasingan tersebut, Ki Hajar Dewantara tetap menggunakan waktunya untuk menulis dan berjuang untuk kemerdekaan melalu pemikiran dan tulisan beliau.

Sejarah Berdirinya Perguruan Taman Siswa

Pada tahun 1922, Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Pendirian perguruan ini merupakan langkah awal untuk mewujudkan cita-cita pendidikan yang lebih merdeka dan sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Taman Siswa didirikan dengan tujuan untuk menyediakan pendidikan yang berkualitas untuk semua lapisan masyarakat, terutama bagi anak-anak dari kalangan kurang mampu, mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebudayaan, dan nasionalisme dan upaya mengembangkan metode pembelajaran yang interaktif dan kreatif. Metode pendidikan yang diterapkan di Taman Siswa mencakup pembelajaran seni, keterampilan praktis, dan pendidikan karakter, di samping kurikulum akademik. Dengan pendekatan tersebut, maka Taman Siswa telah menjadi pelopor dalam dunia pendidikan di Indonesia. Setelah keberhasilan Taman Siswa di Yogyakarta, perguruan ini mulai menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Pada tahun 1930-an, cabang-cabang Taman Siswa didirikan di berbagai kota, termasuk di Bandung, Semarang, Surabaya, dan Jakarta dan sampai saat ini ada di Sumatera dan Kalimantan. Model pendidikan yang diterapkan di Taman Siswa menjadi inspirasi bagi banyak lembaga pendidikan lainnya bahkan saat ini menjadi acuan utama dalam dunia pendidikan Indonesia. Taman Siswa tidak hanya berfokus pada pendidikan formal, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai sosial dan budaya lokal. Ini memberikan akses kepada anak-anak dari berbagai kalangan untuk mendapatkan pendidikan berkualitas yang ramah dan terbuka terhadap zaman.

Ki Hajar Dewantara meninggal pada 26 April 1959 dan dimakamkan di Taman Wijayabrata, Yogyakarta, namun warisan beliau dalam dunia pendidikan Indonesia tetap hidup sampai hari ini. Tanggal berpulangnya Ki Hajar Dewantara diperingati sebagai Hari Bakti Taman Siswa dan tanggal kelahiran beliau diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Beliau dihormati sebagai Bapak Pendidikan Nasional karena kontribusi beliau dalam menciptakan sistem pendidikan yang menghargai nilai-nilai nasionalisme dalam kerangka kelokalan. Wajah pendidikan yang beliau inisiasi melalui Taman Siswa terus mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia dan  mendorong munculnya lembaga pendidikan alternatif yang berfokus pada karakter dan kebudayaan sampai hari ini. Ide-ide dan perjuangan beliau menjadikan Ki Hajar Dewantara sebagai simbol perjuangan pendidikan yang merata, terbuka, dan adil bagi seluruh rakyat di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun