Namun disini, dengan memandang keterbatasan jumlah emas yang ada di dunia dan tidak mungkin menambah jumlahnya karena beberapa pertimbangan yang berkaitan dengan produksi barang tambang ini, menjadi hal yang sulit untuk menjadikan emas berfungsi sebagaimana mestinya dalam proses produktivitas yang maju dan terus bertambah setelah perkembangan pengetahuan dan revolusi industri.
Ada suatu al-Qowaid fiqh juga yang menyatakan Maa laa Yatim al-Wajib Illa bihi Fahuwa Wajib (sesuatu yang menjadi pelengkap untuk sebuah kewajiban maka hukum sesuatu itu wajib). Artinya, Mata uang kertas adalah satu-satunya yang sekarang digunakan. Oleh sebab itu, pendapat yang mengatakan uang kertas tidak sah atau batil, berarti akan mengakibatkan tidak berlakunya hukum-hukum syariat yang harus diaplikasikan. Tentunya aplikasi tersebut tergantung pada pendapat yang mengesahkan mata uang kertas sebagai moneter yang sah. Oleh sebab itu, wajib berpendapat bahwa mata uang kertas adalah moneter yang sah.
Di sinilah yang perlu di soroti, tidak akan pernah berhasil perjuangan dengan tujuan seagung dan semulia apa pun apabila cara yang ditempuh kontras dan paradoks dengan substansi dengan tujuan yang mulia itu. Dan itu memang sudah menjadi fitrah seorang muslim. Islam sebagai agama yang ummatan wasathan atau “siger tengah” memandang persoalan Uang kertas juga berpotensi dan kesempatan untuk bisa tumbuh lebih berkembang dan membagikan manfaat bagi masyarakat.
Islam adalah agama Allah, penutup seluruh agama yang akan selalu relevan pada setiap masa dan tempat, karenanya ia hadir dengan dalil-dalil elastis yang selalu dapat memecahkan persoalan baru. Dalam hal ini hukum Islam memandang bahwa persoalan uang adalah persoalan kebiasaan (‘Urf) yang ditentukan oleh pasar, sehingga apa pun istilah dalam pasar yang digunakan dapat disebut sebagai uang, tidak hanya terbatas pada emas dan perak saja. Dengan demikian umat muslim tidak akan terjebak pada kesulitan dan kesempitan akibat mengatakan uang kertas tidak sah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H