Mohon tunggu...
endang purwani
endang purwani Mohon Tunggu... -

saya dilahirkan di kota sukoharjo pada tanggal 26 juni 1981. pada tahun 2002 saya menikah dengan Abdul Handoko. dari pernikahan itu, saya dikaruniai 2 orang anak. anak yang pertama permpuan dan anak kedua laki-laki.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

1. Seorang Nenek yang Malang

26 September 2012   14:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:38 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Buatkan Aku Tongkat”

Cerita itu terjadi beberapa tahun yang lalu. Seorang nenek yang ia hidup sendiri dirumahnya dan sakit-sakitan. Mengurusi kebutuhannya sendiri, anak-anaknya sibuk dengan dunia mereka, kepedulian anak-anaknya terbatas karena kesibukan dan rutinitas.

Hanya sesekali cucunya yang hadir menemani saat pulang sekolah dan menjadi hiburan bagi nenek itu, dan juga cucu pertama yang sudah menikah hadir tiap pagi mengantar nasi dan lauk. Dan kadang kalau malam menemani sekedar mendengarkan keluhannya.

Suatu malam, nenek itu bercerita kepada cucunya yang sudah menikah :

kemarin malam aku bermimpi beli rumah di dekat pekarangannya bu Marni.”

Yang diketahui bahwa itu adalah tempat peristirahatan terakhir atau makam. Juga bercerita :

Waktu aku lagi menonton televisi, tiba-tiba didepanku ada sinar putih bulat tapi kecil berjalan ke arah utara.”

Cucunya yang diceritain jadi merinding. Dalam fikirannya terbesit, “Apa mungkin nenek akan segera berangkat menemui kematiannya?? Wallahu ‘alam, hidup mati seseorang tidak ada yang tahu. Hanya Allahlah yang tahu.” Begitu kata-kata yang ada di dalam fikirannya.

Nenek itu juga pernah mengalami muntah darah karena penyakit magh, yang dideritanya. Lalu masuk rumah sakit selama seminggu. Setiap bulan kontrol dan biaya untuk kontrol lumayan mahal juga dan akhirnya cucunya yang sudah menikah itu menawarkan pengobatan alternatif Thibbun Nabawi (Pengobatan Nabi). Tapi, hanya jalan seminggu saja, karena anaknya yang kedua pulang dan ingin agar ibunya diobati dengan dokter saja dan si cucu mundur. Apa pun yang terjadi, itu sudah menjadi tanggung jawab anaknya dan cucunya sudah lepas tapi sambil mendo’akannya karena neneknya juga sudah mau melaksanakan shalat yang dituntun oleh cucunya waktu anaknya belum pulang, tapi saat anaknya pulang melihat ibunya shalat, dia berkata kepada ibunya :

Buat apa repot-repot shalat.”

Cucunya diceritain hanya bisa bilang, “Astaghfirullah hal adzim.” Nenek tetap diobatkan ke dokter tapi semakin lama kondisi nenek semakin memburuk. Perutnya buncit karena terserang penyakit liver dan pernah terjatuh. Akhirnya, setiap hari hanya tidur di tempat tidurnya. Tanpa sepengetahuan cucu, anaknya yang kedua itu pergi ke dukun. Entah apa yang ada di fikirannya, hanya karena nenek tidak sembuh-sembuh dan dalam keputusasaan akhirnya ambil jalan pintas, mencari orang pintar atau biasa disebut paranormal.

Di hati cucunya bertanya, “berarti yang ada di sini itu tidak normal? Masih mencari paranormal?” si cucu prihatin sekali dengan keputusan omnya itu. Padahal sudah jelas bahwa mempercayai dukun atau paranormal itu dosa dan shalatnya tidak akan diterima selama 40 hari. Karena Rasulullah bersabda :

Barangsiapa mendatangi ‘Arraf atau paranormal, lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu maka, shalatnya tidak diterima selama 40 malam.” (HR. Muslim).

Tapi apa mau dikata, omnya saja belum pernah shalat. Nenek itu berpesan kepada anak dan cucunya untuk selalu berhati-hati hidup di dunia ini dan nenek juga pernah berharap kepada cucunya yang sudah menikah agar nanti saat terakhir hidupnya ditunggui oleh cucunya itu.

Akhirnya, saat menegangkan itu datang, dalam waktu 1 jam, si cucu menyaksikan neneknya dalam keadaan sakaratul maut. Si nenek minta kepada cucunya untuk dibuatkan tongkat, “buatkan aku tongkat!” ‘Buat apa nek? Tanya cucunya. “buat aku berjalan ke halaman depan.” Jawab neneknya. Karena si cucu tidak faham, si nenek hanya dituntun berdzikir dan ternyata istilah buatkan tongkat itu adalah dituntun untuk berdzikir.

“Sudah nenek dzikir saja.” Kata cucunya kepada neneknya.

Cucunya menyaksikan neneknya dengan menangis tertahan hingga terasa sakit di tenggorokan.

“nek, dzikir....asyhadu alaa illaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah...” begitulah si cucu mengharap agar neneknya mengucapkan syahadat

Akhirnya nafasnya sesak,dan cucunya teringat saat sakaratul maut doa diijabah, dan cucunya berdoa:

“Ya Allah ampuni dosa nenek hamba.”

Kemudian terlihat neneknya seperti tertidur pulas sampai-sampai si cucu tidak percaya kalau neneknya sudah meninggal.

“Selamat jalan nenek, semoga Allah menerima engkau di sis-Nya. Aamiin” cucunya mendoakan neneknya.

Salam rindu untuk nenek

Endang Purwani

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun