9 tahun lalu sewaktu ayah saya meminta tidak masuk kantor, untuk temani konsultasi ke dokter. Atasan saya di kantor yang waktu itu berkewarganegaraan Amerika bertanya, mengenai apa penyakit ayah saya, lalu saya katakan Diabetes Melitus (DM). Beliau lalu berkomentar bahwa beliau sendiri heran dengan kebiasaan makan orang Indonesia yang makan nasi putih 3 (tiga) kali sehari, yang menurut beliau memang menambah resiko seseorang mengidap diabetes. Semenjak itu, saya menjadi cukup peduli dengan pola makan dalam keseharian. 9 tahun semenjak didiagnosis pertama kali, ayah saya meninggal dalam sakit komplikasi disebabkan diabetesnya, yang mengherankan di akhir hayatnya sewaktu sudah masuk HCU (high care unit), dokter menjelaskan bahwa ayah saya menderita hipoglikemia, padahal bulan-bulan sebelumnya beliau masih dalam perawatan rutin dokter atas penyakit diabetesnya. Semua anggota keluarga, kebingungan karena semua menyangka mendiang ayah saya menderita hiperglikemia yang memang lazim diketahui masyarakat Indonesia bahwa “Ya diabetes itu artinya kelebihan kadar gula darah. Titik”
Orang awam dengan keterbatasan ilmu mengenai kesehatan, mungkin akan bertanya “Bukankah memang diabetes itu penyakit karena kelebihan kadar gula? Apa itu hipoglikemia?”
Apa itu hipoglikemia?
Diketahui secara luas oleh masyarakat awam, bahwa Diabetes Melitus (DM) itu erat kaitannya dengan hiperglikemia atau kadar gula darah yang tinggi. Jika melihat Diabetes Melitus secara umum, penyakit tidak menular ini memengaruhi lebih dari 460 juta orang di seluruh dunia pada tahun 2020, atau hampir 2 kali lipat dari banyaknya penduduk Indonesia di tahun yang sama. Sedangkan, menurut International Diabetes Federation jumlah penderita Diabetes Melitus (diabetesi) di Indonesia yang berusia 20-79 tahun pada 2019 adalah sebanyak 10,6 juta orang.
Dikarenakan identiknya DM sebagai kondisi kelebihan kadar gula, kebanyakan penderita dan keluarganya tidak menyadari kemungkinan kondisi hipoglikemia (kadar gula yang terlampau rendah) pada penderita diabetes dan bahayanya yang dapat mengancam jiwa seseorang. Akan tetapi, menurut berbagai sumber kondisi hipoglikemia ini lebih berbahaya dan lebih cepat mengantarkan penderita DM pada kondisi kritis yang mengancam jiwanya dibandingkan hiperglikemia. Selain dapat menyebabkan kematian, hipoglikemia ini juga dapat menyebabkan gangguan kognitif dan dalam beberapa kasus yang parah dapat menyebabkan kejang, kehilangan kesadaran, hingga koma.
Hipoglikemia secara sederhana dapat dikatakan kondisi dimana seseorang memiliki kadar gula terlalu rendah kurang dari 70 mg/dl. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh terlalu banyak insulin dalam tubuh, asupan karbohidrat yang rendah, olahraga dan aktivitas yang tidak direncanakan, serta menyantap makanan atau kudapan yang terlewat atau tertunda (sumber: idf.org, 2020). Merujuk pada materi promosi Kementrian Kesehatan Indonesia, hipoglikemia juga dapat menjadi penyakit penyerta dari gagal jantung, gagal ginjal dan penyakit hati kronis. Gejala yang khas dari hipoglikemia antara lain lemah, lesu, pusing, rasa lapar yang berlebih, tubuh bergetar, jantung berdebar-debar, mudah marah, badan terasa cepat lelah atau fatigue, penurunan konsentrasi, linglung, penurunan kesadaran seperti mengantuk bahkan tertidur terus menerus.
Pada penderita diabetes sendiri, hipoglikemia dapat terjadi jika penderita mengonsumsi obat tablet atau menggunakan obat suntik (insulin) tetapi mengonsumsi makanan terlalu sedikit dan atau latihan fisik yang terlalu berat; mengonsumsi obat anti diabetes tidak sesuai petunjuk dokter; ataupun respon penderita terhadap obat anti diabetes berlebihan (sumber: kemenkes.go.id)
Hipoglikemia di Indonesia
Hipoglikemia dapat terjadi pada Diabetes Melitus tipe 1 maupun tipe 2. Prevalensi hipoglikemia pada pasien DM tipe 1 berkisar 25%-30% yang sering juga dihubungkan dengan resiko episode hipoglikemia berat sebesar 3-6 kali dan akan lebih meningkat sesuai dengan lamanya terapi insulin, sedangkan untuk pasien DM tipe 2 yang mendapatkan terapi insulin prevalensinya kurang dari 10% tetapi resiko terjadinya episode hipoglikemia berat mencapai 6-7 kali (Mansyur, 2018). Dengan kata lain, penderita DM baik tipe 1 maupun DM tipe 2 sama-sama memiliki resiko hipoglikemia yang mungkin lebih tidak disadari dibandingkan kondisi hiperglikemia.